Di Sumatra, syarat untuk menikah selain yang sudah ditentukan oleh agama dan negara, adalagi syarat di luar itu, entah itu ketentuan adat (Melayu, Padang atau Batak misalnya) atau tradisi masyarakat setempat, yaitu uang hantaran atau uang lamaran atau juga uang belanja dalam istilah suku melayu. Tradisi kampung saya (Kubu, Rohil, Riau), besarnya uang hantaran berfariasi dan biasanya dilihat dari status sosial (baca status ekonomi) keluarga perempuan yang akan dilamar, jika ia seorang anak kepala desa misalnya maka uang hantaran tak kurang dari 15 juta rupiah atau ia anak pengusaha kampung, uang hantarannya juga tak kurang dari jumlah tersebut bahkan hingga 25 juta rupiah।
Jika adat selain padang uang hantaran disediakn oleh pihak laki-laki yang ingin melamar maka dalam tradisi suku padang pihak perempuanlah yang menyediakannya untuk laki-laki yang akan menikahinya.
Untuk apa uang tersebut?
Uang tersebut digunakan untuk membeli peralatan pokok rumah tangga seperti ranjang, kasur, lemari dan lain sebagainya, juga untuk tambahan biaya pesta pernikahan atas nama pihak perempuan di mana jika pihak laki-laki ingin mengadakan pesta pernikahan atas nama keluarganya maka ia harus mengeluarkan biaya lagi. Jadi untuk menikah di sumatera memerlukan biaya yang sangat besar yang tak jarang sangat menyulitkan bagi pihak laki-laki untuk memenuhinya jika laki-laki tersebut tergolong masyarakat ekonomi kelas dua. Maka jalan keluarnya adalah berhutang atau menjual tanah pusaka. Cinta hanya sebatas pacaran dan uanglah yang melanjutkannya ke jenjang pernikahan.