Aku sekarang hidup di tahun 2011, tahun yang waktu aku duduk di bangku SD dulu sering diucapkan oleh guru-guruku sebagai tahun modern, tahun serba canggih, tidak ada yang primitif.
"Nanti pada tahun duaribuan semua sudah canggih, cara berfikir orang-orang semakin canggih, hebat-hebat, maka kalian harus rajing-rajin belajar supaya nanti tidak ketinggalan canggih dari orang lain". Begitu kata guruku.
Tapi tahun duaribuan sudah memasuki tahunnya yang kesebelas. Prediksi guruku ternyata masih belum tepat kebenarannya. Guruku bilang bahwa zaman primitif itu orang-orang masih menggunakan alat-alat dari batu sebagai senjata, eh sekarang juga masih banyak orang-orang yang melempar batu dan malahan setelah melakukan pelemperan ia bersembunyi tangan.
Kata guruku bahwa zaman primitif itu ditandai juga dengan tidak adanya sopan santun dan masyarakatnya tidak berbudaya. Aku masih lihat kok ada anak-anak di negeriku yang masih di bawah umur berani-beraninya merokok di depan para orang tua.
Kata guruku orang-orang primitif itu suka merampas hak-hak orang lain dan zaman primitif itu ditandai oleh sering terjadinya perang antar suku padahal hidup dalam satu negeri yang sama. Eh sekarang juga masih terjadi perang-perang antara kelompok di negeriku. Jadi kata-kata dan harapan guru SD ku yang dulu mengatakan bahwa tahun duaribuan itu canggih dan masyarakatnya berbudaya itu belum terbukti.
Pak Guru, sekarang aku tidak mau belajar lagi, karena aku sudah bisa menilai yang mana orang primitif dan yang mana orang yang sebenarnya canggih.
Rozio Gibran
New Delhi, 31 Mei 2011
