Sunday, May 28, 2006

Musibah menimpa negeriku lagi

Musibah tidak pernah lupa dengan negeriku, saat ini gempa mengguncang Yogyakarta dan Jateng.



Friday, May 12, 2006

Menjadi Peresensi Buku

Ini ada tulisan bagus yang saya dapat dari milis muslim blog
------------------------------------------------------------

Menjadi Peresensi Buku

Oleh Yon’s Revolta

Menjadi perensi buku itu melelahkan, tapi mengasyikkan, setidaknya itu menurut saya. Melelahkan karena kita harus berpayah-payah melawan rasa malas dalam membaca buku dan memahami isinya. Mengasyikkan karena kita bisa berbagi ilmu dengan orang lain melalui buku yang kita baca itu. Dengan demikian, kita bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Perkerjaan yang mulia dan mengasyikkan bukan..?

Lantas, apakah membuat resensi itu sulit..?

Percayalah, meresensi buku itu tidak sulit. Kalau ada yang mengatakan bahwa menulis resensi buku itu sulit, anggap saja bohong belaka. Kalau Anda bisa membaca dan menulis, yakinlah...Anda juga bisa menulis resensi buku, asalkan ada kemauaan, inilah kata kuncinya.

***

Pembaca Yang Baik

Untuk menjadi seorang peresensi, sudah tentu kita harus doyan baca terlebih dahulu. Dari aktivitas membaca itulah kita berbagi cerita tentang isi buku kepada orang lain. Tujuannya, membantu orang lain memahami sepintas tentang sebuah buku terkait dengan kekurangan dan kelebihannya. Maka dari itu, seorang peresensi, dia perlu menjadi seorang pembaca yang baik.

Untuk menjadi pembaca yang baik, mari kita berguru pada Mortimer J. Adler dan Charles Van Doren. Di dalam bukunya yang berjudul How Read A Book, kedua orang ini memperkenalkan bagaimana prosedur membaca buku yang baik;

1. Membaca Permulaan : Kemampuan untuk mengenal huruf, kata dan kalimat. Misalnya ketika kita membaca buku berbahasa Indonesia, kita tidak terlalu kesulitan dalam memahaminya isinya, lain ketika buku berbahasa Inggris, kita harus sedikit berjuang memahaminya dengan sesekali melihat kamus. Anggap saja buku yang kita hadapai berbahasa Indonesia, prosedur pertama itu bisa kita lalui karena huruf, kata dan kalimatnya mudah kita kenali dan pahami.

2. Membaca Inspeksional : Kemampuan membaca sekilas. Membaca sinopsisnya, kata pengantarnya, daftar isi, judul perbab yang dirasa menarik serta lampiran yang ada didalamnya. Langkah ini memudahkan kita untuk memahami garis besar isi buku.

3. Membaca Analitis : Kemampuan untuk menilai buku. Mulai dari memetakan apakah buku yang kita baca itu buku teori atau praktek. Kemudian, setelah membaca keseluruhan isi buku, bisa menyarikan isi buku dengan beberapa kalimat, mencatat hal-hal penting dalam buku tersebut, termasuk informasi penulisnya. Semua ini sebagai bekal dan amunisi untuk membuat resensi nantinya.

***

Teknik Meresensi Buku

Untuk bisa membuat karya resensi, ada empat cara yang bisa kita gunakan, masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihannya;

1. Catatan Buku (The Book Notice)

ini adalah meresensi yang paling mudah. Kita tidak perlu membaca isi buku secara keseluruhan atau mendalam. Kita hanya melaporkan yang tampak tanpa menganalisis isinya. Tujuan dari merensi buku dengan cara ini, hanya sekedar memperkenalkan buku secara sekilas kepada pembaca. Tapi, tetap saja perlu diketengahkan mengenai kekurangan dan kelebihannya agar tidak dianggap hanya sekedar “Iklan Buku”.

2. Tinjauan Buku (intisai buku/ The Book Digest).

Dengan cara ini, pembaca bisa memahami buku lebih menyeluruh karena peresensi telah membuat catatan tentang intisari sebuah buku, membuat ringkasan buku, serta memberikan catatan kelemahan dan kekurangannya. Dengan cara ini, perensensi harus bisa membaca dengan analitis dan bisa memahami betul isi buku agar bisa membuat penilaian secara tepat terhadap isi buku tersebut. Petikan-petikan langsung isi buku diperlukan untuk meyakinkan pembaca. Cara ini sangat tepat digunakan dalam meresensi buku-buku ilmiah (non fiksi).

3. Kritik Buku (The Book Critism).

Tujuan utama cara ini adalah menilai suatu buku. Membuat penilaian dengan sungguh-sunguh tentang isi buku. Membuat penilaian sejara jujur dan “objektif” terhadap sebuah buku, menganalisis tujuan penulisan buku, kualifikasi penulisnya serta membandingkannnya dengan buku-buku lain.

4. Tinjauan Fiction (The Fiction Review)

Ini adlah cara meresensi yang biasa digunakan dalam buku-bukum fiksi. Selain harus menguasai isi buku. Mencari perimbangan antara jalan cerita (plot, sinopsis) dan tema cerita. Kadang dipaparkan juga tentang proses kreatif pembuatakan karya oleh penulis buku itu sementara isi buku sendiri hanya dipaparkan sekilas saja. Keempat cara tersebut bebas kita pilih, disesuaikan dengan kebutuhan saja.

***
Struktur Karya Resensi

Judul

1. Judul Buku :
2. Penulis :
3. Penerbit :
4. Cetakan :
5. Tebal :
6. Peresensi :

Isi.........
***
Untuk mengirimkan karya resensi ke media, usahakan ditulis dengan spasi 1,5, maksimal 2,5 halaman kuarto dan disertakan sampul buku. Demikian cara mudah untuk menjadi peresensi, semoga bermanfaat.

Bahan : Dari Modul Lemjuri

Purwokerto, 30 April 2006 / 06.04.
Salam hangat

~Yon’s Revolta~
Blogger dan Pecinta Buku
Freelance_corp (at) yahoo.com
http://penakayu.blogspot.com

Sumber : muslimblog

Monday, May 01, 2006

Trilogi Kiyosaki: Cara Pintar Jadi Orang Kaya


Buku 'Rich Dad Poor Dad' (RDPD) baru saya baca pada bulan Maret 2006 padahal buku tersebut sudah sering saya lihat setiap saya mutar-mutar di Community Center (CC) New Friends Colony sudut kota Delhi, menarik memang bahkan sangat menarik, bagaimana tidak? buku tersebut mengajarkan bagaimana cara agar uang bekerja untuk kita bukan sebaliknya. Tentang gagasan buku tersebut saya secara pribadi mendapat tantangan lain yaitu tantangan dari keluarga dan lingkungan, keluarga saya yang berada di garis sangat sederhana dan tinggal di kampung berfikiran bahwa orang hebat adalah orang yang sekolah tinggi dan bekerja sebagai pegawai negeri atau dengan kata lain sebagai pegawai yang berbaju rapi, tidak masalah apakah gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau tidak.

Tentang buku tersebut, endonesia.com (Selasa, 18-Juni-2002, 20:27:00) memuat:

Inilah pernyataan menarik yang dilontarkan Robert T Kiyosaki dalam bukunya, 'Rich Dad Poor Dad' (RDPD). Buku ini merupakan karya pertama dari trilogi Kiyosaki, bersama dua buku lainnya, 'Cashflow Quadrant (CQ)' dan 'Rich Dad: Guide to Investing' (RDGI). Dan tentu saja trilogi yang ditulis bareng dengan kawan lamanya, Sharon L Lechter, kini jadi buku 'bestseller' versi 'New York Times.'

Sebagai pengarang berperspektif unik mengenai bisnis, Kiyosaki memang mengkhususkan diri menulis buku-buku bertema ekonomi. Dasar pemikirannya sangat sederhana: Jabatan, karier, maupun kepandaian, tidak bisa menjamin seseorang menjadi kaya. Itu sebabnya, menurut Kiyosaki, konsep pendidikan yang menekankan bahwa ''anak sekolah harus pintar'' harus diubah total. Ini agar kita tidak terkurung dalam 'rat race,' kehidupan yang tak cerdas.

''Alasan utama orang bersusah payah secara finansial adalah karena mereka menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah, tetapi tidak belajar apa pun mengenai uang,'' ujar Kiyosaki yang pernah menjadi staf pengajar bisnis dan investasi. ''Hasilnya adalah orang bekerja untuk mendapatkan uang, tetapi tak pernah belajar agar uang bekerja untuk mereka.''

Sebagai pengganti, Kiyosaki melontarkan gagasan 'how to get rich.' Ada enam kiat yang dapat diaplikasikan untuk menjadi orang kaya. Pertama, ''Orang Kaya Tidak Bekerja Untuk Uang'' (hlm 13). Ini bisa jadi cara efektif menghindari kemiskinan. Sebab, kata Kiyosaki, orang miskin tidak memiliki kebebasan finansial dalam hidupnya. Penghasilannya selalu habis untuk membiayai kewajibannya.

Kiat kedua, penguasaan atas empat konsep bisnis -- yaitu pemasukan, pengeluaran, neraca aset, dan liabilities. Secara detil kiat ini diungkap dalam item ''Mengapa Mengajarkan Melek Finansial'' (hlm 57). Ketiga, anjuran untuk memulai bisnis sendiri sebagai jalan awal menuju kekayaan. Ini diungkapnya dalam bab ''Uruslah Bisnis Anda Sendiri'' (hlm 93). Sedang kiat keempat Kiyosaki terasa lebih teknis, yaitu ihwal ''Sejarah Pajak dan Kekuatan Korporasi'' (hlm 105). Intinya, bila kita bagaimana mengatur pajak, maka pengetahuan ini akan mendatangkan kekayaan.

Masih ada kiat kelima, yaitu ''Orang Kaya Menciptakan Uang'' (hlm 121). Di sini Kiyosaki membahas ihwal 'kecerdasan finansial' orang kaya dalam mengelola uang. Kecerdasan itu antara lain, dapat membedakan 'good and bad liabilities, good and bad debt, good and bad expenses,' dan 'good and bad risk.' Dibahas pula tentang investasi sebagai teknik orang kaya menciptakan uang.

Kiat terakhir yang disodorkan Kiyosaki adalah ''Bekerja Untuk Belajar, Jangan Bekerja Untuk Uang'' (hlm 149). Ajaran ini terkait dengan perubahan paradigma era informasi, dari 'school smart' ke 'school smart' dan 'street smart.' Artinya, selain diperlukan kecerdasan akademis, untuk jadi orang kaya, dibutuhkan juga 'ilmu jalanan' yang tidak didapat di bangku sekolah.

Tentu saja Kiyosaki tak mencipta kiat ini dari ilmu ekonomi yang dipelajarinya secara formal. Tapi, lebih bertumpu pada renungan tentang kisah hidupnya sendiri. Seperti yang dikutip di 'RDPD', yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pertama kali September 2001, sukses karier bisnis Kiyosaki diawali sejak 1997 dengan mendirikan perusahaan dompet berbahan nylon. Di tahun 1985 kegiatan bisnis pengusaha kelahiran Hawaii ini mulai dikurangi, tetapi kegiatan investasi tetap dilakukan. Dari sanalah Kiyosaki terus menuai sukses.

Menurut Tri Utomo Wiganarto, konsultan West Java Corridor, trilogi Kiyosaki ini hampir sepenuhnya berbicara tentang pembentukan karakter pribadi kita dan hanya sedikit yang membahas masalah teknis. ''Pendekatan Kiyosaki adalah pendekatan 'leaderships' yang dituangkan dalam bahasa yang membumi,'' kata Tri Utomo dalam acara bedah buku trilogi Kiyosaki di Bandung belum lama ini. ''Pemikiran Kiyosaki mengubah paradigma berpikir kita menjadi lebih terbuka.''

Rendra Hertiadhi, marketing dan corporate director PT Myohdotcom Indonesia Tbk, menilai bahwa empat konsep bisnis Kiyosaki sangat aplikatif. Bila kita mengadopsi konsep 'bad liabilities' -- seperti spekulasi utang -- risikonya sangat tinggi. Selama utang sesuai rencana, tidak jadi masalah. Asal, sumber pembayaran utang bukan dari kantong sendiri, melainkan dari aset bisnis yang kita ciptakan. ''Jadi, pembahasan Kiyosaki tentang 'bad and good liabilities' sangat tepat,'' ujarnya.

Buku 'RDPD' secara keseluruhan memaparkan serangkaian petunjuk agar kita berusaha mendekati impian kita untuk menjadi kaya. Tetapi di akhir buku, Kiyosaki menegaskan bahwa semuanya berpulang pada seberapa keras usaha dan kontrol diri Anda. Buku kedua, 'CQ,' dicetak enam kali sepanjang tahun 2001. Di sini Kiyosaki menciptakan sebuah model yang disebut 'cashflow quadrant.' Model ini terdiri dari empat kuadran yang memetakan empat posisi orang dalam konteks finansial.

Buku setebal 330 halaman dan terdiri dari 18 bab ini memberikan petunjuk bagi kita untuk mengetahui di kuadran mana posisi kita dan membantu kita untuk berpindah ke kuadran yang lebih baik. Empat kuadran tersebut adalah kuadran E ('employee'), kuadran S ('self employee'), kuadran B ('business ownners'), dan kuadran I ('investor').

Di bagian pertama buku ini, Kiyosaki memaparkan perbedaan inti dari orang-orang pada masing-masing kuadran dengan menganalisis kata-kata mereka. Bagian kedua merupakan tahap-tahap membangkitkan potensi yang ada dalam diri untuk menjadi kaya. Bagian ketiga buku ini diisi nasehat Kiyosaki menjadi 'business ownners' dan 'investor' yang sukses. Intinya adalah kontrol diri, investasi, dan manajemen. Selain itu juga disuguhkan tujuh langkah menemukan jalur cepat kebebasan finansial Anda (Bab 11).

Buku ketiga, 'RDGI,' baru selesai diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia tiga pekan lalu. Buku ini lebih banyak memberikan petunjuk teknis investasi serta pelajaran tentang bagaimana mempertahankan bisnis yang telah Anda bangun. Ada tiga hal yang menurut Kiyosaki dapat dilakukan untuk mempertahankan bisnis kita, yaitu dengan menyumbangkan kecerdasan, pengalaman, dan uang Anda pada pihak-pihak yang membutuhkan.

Perry Tristianto, raja 'factory outlet' Bandung, mengaku bahwa gara-gara teori Kiyosaki, ia yang memulai kariernya di kuadran E sekarang mampu bermain di kuadran B . ''Pelajaran dari Kiyosaki sebagian besar terjadi pada kehidupan saya,'' papar Perry.

Terdiri dari kurang lebih 400 halaman, buku ini memberikan pandangan komprehensif mengenai pemikiran-pemikiran Kiyosaki dalam bentuk tips-tips yang dikemas secara menarik. Semuanya digelar dalam bahasa yang sederhana dan sistematis. Artinya bisa dicerna dengan mudah oleh siapa pun.

Di tengah terpuruknya perekonomian kita, trilogi Kiyosaki memang menawarkan angin segar. Apalagi buku ini memang ditulis Kiyosaki pada suatu periode hidupnya yang serba sulit. Kiyosaki sempat mengalami keterpurukan, kehilangan tempat tinggal, menjadi orang yang terpinggirkan, dan jatuh sakit.

''Di saat semua pihak tidak yakin kita bisa bangkit, buku ini benar-benar memberikan inspirasi pada kita. Yang paling penting adalah bagaimana kita mengarahkan kekuatan diri sendiri untuk membangun sesuatu,'' kata Tri Utomo.