Tuesday, April 04, 2006

Visi Riau 2020

Selasa, 04 April 2006, riaupos dot com menurunkan berita "Lemhanas Pertanyakan Subtansi Visi Riau 2020". Lembaga ini terlalu khuawatir nantinya Riau akan berpisah dengan RI. Kenapa berpikiran begitu? Karena Riau ingin menjalin hubungan dengan sejumlah negara tetangga? sungguh suatu penilaian yang dhaif menurut saya. Sebaiknya pusat memdukung Visi Daerah, dan memberikan masukan agar visi tersebut dapat terlaksana dengan baik dan dapat meningkatkan ekonomi daerah. Bukan malah menghambat atau mengatakan "wah ini bahaya" atau lain sebagainya. Pelajari dulu, trus ingat sejauh mana selama ini usaha dan keinginan pusat untuk menbangun daerah yang hasil kekayaannya telah dibawa ke pusat sana?

Jika ada seorang anak yang yang selalu dicurangi oleh ayahnya lalu anak tersebut pinginnya berteman dengan tetangga aja yang lebih menguntungkan kenapa si ayah harus berkata "kamu anak durhaka"? Introspeksi diri itu lebih baik.

Saya mendukung keinginan Ketua DPRD Riau, drh H Chaidir MM untuk mewujudkan Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat agamis, sejahtera lahir dan bathin, di Asia Tenggara tahun 2020. Yang tentunya kemajuan Riau juga merupakan kemajuan Indonesia.

Sunday, April 02, 2006

Rancangan undang undang Anti Pornografi dan porno aksi

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……TAHUN …..

TENTANG
ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berlandaskan Pancasila yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi;
b. bahwa untuk mewujudkan tatanan masyarakat Indonesia yang serasi dan harmonis dalam keanekaragaman suku, agama, ras, dan golongan/ kelompok, diperlukan adanya sikap dan perilaku masyarakat yang dilandasi moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. bahwa meningkatnya pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi dan perbuatan serta penyelenggaraan pornoaksi dalam masyarakat saat ini sangat memprihatinkan dan dapat mengancam kelestarian tatanan kehidupan masyarakat yang dilandasi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa;
d. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sampai saat ini belum secara tegas mengatur definisi dan pernberian sanksi serta hal¬hal lain yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi sebagai pedoman dalam upaya penegakan hukum untuk tujuan melestarikan tatanan kehidupan masyarakat;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan :
1. Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.
2. Pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di'muka umum.
3. Media massa cetak adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan¬pesan secara visual kepada masyarakat luas berupa barang-barang cetakan massal antara lain buku, suratkabar, majalah, dan tabloid.
4. Media massa elektronik adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan¬pesan secara audio dan/atau visual kepada masyarakat luas antara lain berupa radio, televisi, film, dan yang dipersamakan dengan film.
5. Alat komunikasi medio adalah sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara audio dan/atau visual kepada satu orang dan/atau sejumlah orang tertentu antara lain berupa telepon, Short Message Service, Multimedia Messaging Service, surat, pamflet, leaflet, booklet, selebaran, poster, dan media elektronik baru yang berbasis komputer seperti internet dan intranet.
6. Barang pornografi adalah semua benda yang materinya mengandung sifat pornografi antara lain dalam bentuk buku, suratkabar, majalah, tabloid dan media cetak sejenisnya, film, dan/atau yang dipersamakan dengan film, video, Video Compact Disc, Digital Video Disc, Compact Disc, Personal Computer-Compact Disc Read Only Memory, dan kaset.
7. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang diperoleh antara lain melalui telepon, televisi kabel, internet, dan komunikasi elekronik lainnya, dengan cara memesan atau berlangganan barang-barang pornografi yang dapat diperoleh secara langsung dengan cara menyewa, meminjam, atau membeli.
8. Membuat adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksi materi media massa cetak, media massa elektronik, media komunikasi lainnya, dan barang¬barang pornografi.
9. Menyebarluaskan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan mengedarkan materi media massa cetak, media massa elektronik, media-media komunikasi lainnya, dan mengedarkan barang-barang yang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan, memperlihatkan, memperdengarkan, mempertontonkan, mempertunjukan, menyiarkan, menempelkan, dan/atau menuliskan.
10. Menggunakan adalah kegiatan memakai materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, dan barang dan/atau jasa pornografi.
11. Pengguna adalah setiap orang yang dengan sengaja menonton/ menyaksikanpornografi dan/atau pornoaksi.
12. Setiap orang adalah orang perseorangan, perusahaan, atau distributor sebagai kumpulan orang baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
13. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Presiden.
14. Mengeksploitasi adalah kegiatan memanfaatkan perbuatan pornoaksi untuk tujuanmendapatkan keuntungan materi atau non materi bagi diri sendiri dan/atau oranglain.
15. Hubungan seks adalah kegiatan hubungan perkelaminan balk yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri maupun pasangan lainnya yang bersifat heteroseksual, homoseks atau Iesbian.
16. Anak-anak adalah seseorang yang belum berusia 2 (dua belas) tahun
17. Dewasa adalah seseorang yang telah berusia 12 (dua betas) tahun keatas.
18. Jasa pornoaksi adalah segala jenis layanan pornoaksi yang dapat diperoleh secaralangsung atau melalul perantara, baik perseorangan maupun perusahaan.
19. Perusahaan adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, balkberupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
20. Orang lain adalah orang selain suami atau istri yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Asas dan Tujuan
Pasal 2
Pelarangan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatan dan penyelenggaraan pornoaksi berasaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memperhatikan nilai-nilai budaya, susila, dan moral, keadilan, perundungan hukum, dan kepastian hukum.

Pasal 3
Anti pornografi dan pornoaksi bertujuan ;
a. Menegakkan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beriman dan bertakwa dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur kepadaTuhan Yang Maha Esa. ,
b. Memberikan perlind`ungan, pembinaan, dan pendidikan moral dan akhlak masyarakat

BAB II
LARANGAN
Bagian Pertama
Pornografi
Pasal 4
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual darf orang dewasa.
Pasal 5
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh orang dewasa.
Pasal 6
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh .atau.bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis. .
Pasal 7
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank aktivitas orang yang berciuman bibir.
Pasal 8
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisanyang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani.
Pasal 9
(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis.
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis.
(3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia.
(4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan.
Pasal 10
(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pesta seks.
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks.
Pasal 11
(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani danlatau hubungan seks.
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak.
Pasal 12
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 13
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 14
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 15
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 16
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 17
(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. .
(4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(5) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 18
(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam acara pesta seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam pertunjukan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 19
(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi,.gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak-anak melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 20
Setiap orang dilarang menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagai model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tank tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal dunia dan/atau dengan hewan.
Pasal 21
Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa. anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks.
Pasal 22
Setiap orang dilarang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni.
Pasal 23
Setiap orang dilarang membeli barang pornografi dan/atau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 24
(1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.
(3) Setiap orang dilarang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.

Bagian Kedua
Pornoaksi
Pasal 25
(1) Setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.
Pasal 26
(1) Setiap orang dewasa dilarang dengan sengaja telanjang di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk telanjang di muka umum.
Pasal 27
(1) Setiap orang dilarang berciuman bibir di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang rnenyuruh orang lain berciuman bibir di muka umum.
Pasal 28
(1) Setiap orang dilarang menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang Fmenyuruh orang lain untuk menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum.
Pasal 29
(1) Setiap orang dilarang melakukan masturbasi, onani atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan masturbasi, onani, ataugerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum.
(3) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani,atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani.
Pasal 30
(1) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.
(3) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks dengan anak -anak.
(4) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan kegiatan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks.
Pasal 31
(1) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks.
(2) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak-anak.
(3) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks.
(4) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak.
Pasal 32
(1) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks.
(2) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak¬anak.
(3) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks.
(4) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak.
Pasal 33
(1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasai 32.
(3) Setiap orang dilarang rnenyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32.

BAB III
PENGECUALIAN DAN PERIZINAN
Bagian Pertama
Pengecualian
Pasal 34
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23 dikecualikan untuk tujuan pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dalam batas yang diperlukan.
(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada lembaga riset atau lembaga pendidikan yang bidang keilmuannya bertujuan untuk pengembangan pengetahuan.
Pasal 35
(1) Penggunaan barang pornografi dapat dilakukan untuk keperluan pengobatan gangguan kesehatan.
(2) Penggunaan barang pornografi untuk keperluan gangguan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan rekomendasi dari dokter, rumah sakit dan/atau lembaga kesehatan yang mendapatkan ijin dari Pemerintah.
Pasal 36
(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:
a. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaanritus keagamaan atau kepercayaan;
b. kegiatan seni;
c. kegiatan olahraga; atau
d. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.
(2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.
(3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.

Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 37
(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.
(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.
Pasal 38
1. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.
2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memenuhi syarat:
a. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan ,oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;
b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;
c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;
d. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalase tersendiri yang Ietaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan betas) tahun;
Pasal 39
(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 selanjutnya diatur dengän Peraturan Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah seuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.
BAB IV
BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL
Bagian Pertama
Nama dan Kedudukan
Pasal 40
(1) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi dan Pornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.
(2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Pasal 41
BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas
Pasal 42
BAPPN mempunyai fungsi:
a. pengkoordinasian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalam penyiapan dan penyusunan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
b. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
c. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan jasa pornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan;
d. pengoperasian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;
e. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam
rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
f. pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, jasa
pornografi, dan jasa pornoaksi;
g. pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
Pasal 43
(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, BAPPN mempunyai tugas :
a. Meminta informasi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansi dan/atau badan terkait;
b. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
(2) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, BAPPN mempunyai tugas :
a. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi dan/atau badan terkait;
b. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi.
(3) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikap dan prilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.
(4) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d, BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi dan badan yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan ponografi dan pornoaksi.
(5) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e, BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(6) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f, BAPPN mempunyai tugas :
a. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;
b. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.
(7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas :
a. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
b. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
c. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baik dalam tingkat nasional maupun tingkat internasional yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi.
Pasal 36
(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:
a. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat
istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan
ritus keagamaan atau kepercayaan;
b. kegiatan seni;
c. kegiatan olahraga; atau
d. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.
(2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.
(3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.

Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 37
(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.
(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.
Pasal 38
1. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.
2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memenuhi syarat:
a. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan ,oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;
b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;
c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;
d. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalase tersendiri yang Ietaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan betas) tahun;
Pasal 39
(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 selanjutnya diatur dengän Peraturan Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah seuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.
BAB IV
BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL
Bagian Pertama
Nama dan Kedudukan
Pasal 40
(1) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi dan Pornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.
(2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Pasal 41
BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas
Pasal 42
BAPPN mempunyai fungsi:
a. pengkoordinasian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalam penyiapan dan
b. penyusunan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
c. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
d. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan jasa pornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan;
e. pengoperasian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;
f. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
g. pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, jasa pornografi, dan jasa pornoaksi;
h. pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
Pasal 43
(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, BAPPN mempunyai tugas :
a. Meminta informasi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansi dan/atau badan terkait;
b. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
(2) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, BAPPN mempunyai tugas :
a. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi dan/atau badan terkait;
b. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi.
(3) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikap dan perilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.
(4) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d, BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi dan badan yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan ponografi dan pornoaksi.

(5) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e, BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(6) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f, BAPPN mempunyai tugas :
a. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;
b. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.
(7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas :
a. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
b. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
c. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baik dalam tingkat nasional maupun tingkat internasional yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi.

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 44
(1) BAPPN terdiri atas seorang Ketua merangkap Anggota, seorang Wakil Ketua merangkap Anggota, serta sekurang-kurangnya 11 (sebelas) orang Anggota yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.
(2) Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BAPPN adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(3) Ketua dan Wakil Ketua BAPPN dipilih dari dan oleh Anggota.
Pasal 45
(1) Sebelum memangku jabatannya, Anggota BAPPN mengucapkan sumpah/janji menurut agama dan kepercayaannya masing-masing di hadapan Presiden Republik Indonesia.

(2) Lafal sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga."
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung 'atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian."
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa,
dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia ,
Tahun 1945 dan segala undang-undang yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia."
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya."

Pasal 46
Persyaratan keanggotaan BAPPN adalah :
a. warga negara Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. berkelakuan baik;
d. memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pornografi dan pornoaksi; dan
e. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Pasal 47
Keanggotaan BAPPN berhenti atau diberhentikan karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit secara terus menerus;
e. melanggar sumpah/janji;
f. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
g. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan.

Pasal 48
(1) BAPPN dibantu oleh Sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh BAPPN.
(3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam keputusan BAPPN.
Pasal 49
Pembiayaan untuk pelpksanaan tugas BAPPN dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai BAPPN diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 51
(1) Setiap warga masyarakat berhak untuk berperan serta dalam pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi berupa :
a. hak untuk mendapatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi;
b. menyampaikan keberatan kepada BAPPN terhadap pengedaran barang dan/atau penyediaan jasa pornografi dan/atau pornoaksi;
c. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap seseorang, sekelompok orang, dan/atau badan yang diduga melakukan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
d. gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh dan/atau melalui lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(2) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk :
a. melakukan pembinaan moral, mental spiritual, dan akhlak masyarakat dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur, berakhlaq mulia, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. membantu kegiatan advokasi, rehabilitasi, dan edukasi dalam penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(3) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila melihat dan/atau mengetahui adanya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.

BAB VI
PERAN PEMERINTAH
Pasal 52
Pemerintah berwenang melakukan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dengan negara lain dalam upaya menanggulangi dan memberantas masalah pornografi dan/atau pornoaksi sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara.
Pasal 53
Pemerintah wajib memberikan jaminan hukum dan keamanan kepada pelapor terjadinya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi:
Pasal 54
(1) Penyidik wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (7) huruf a.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak menindaklanjuti laporan terjadinya pornoaksi dikenakan sanksi administratif, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 55
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan terhadap tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
PEMUSNAHAN
Pasal 56
(1) Pemusnahan barang pornografi dilakukan terhadap hasil penyitaan dan perampasan barang yang tidak berijin berdasarkan putusan pengadilan.
(2) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum bekerja sama dengan BAPPN.
(3) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum bekerjasama dengan BAPPN dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat :
a. nama media apabila barang disebarluaskan melalui media massa cetak dan/atau media massa elektronik;
b. nama dan jenis serta jumlah barang yang dimusnahkan;
c. hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan;
d. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan; dan
e. tanda tangan dan identitas Iengkap para pelaksana dan pejabat yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan.

BAB IX
KETENTUAN SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 57
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) diancam dengan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha;
(2) Setiap orang yang telah dicabut ijin usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali ijin usaha sejenis.

Bagian Kedua
Ketentuan Pidana
Pasal 58
Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah).
Pasal 59
Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,-(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 60
Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Pasal 61
Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang berciuman bibir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Pasal 62
Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 63
(1) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(2) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda .paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 . (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 64
(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pasta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 65
(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani dan/atau hubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 66
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik danlatau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
Pasal 67
Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
Pasal 68
Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
Pasal 69
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sêbagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).


Saturday, April 01, 2006

KAMUS INDONESIA-URDU

Penyusun Khairurrazi

KATA GANTI
Saya : mei’n Kamu : tum aap
Kami : ham Dia : woh
Mereka : who




KATA GANTI MILIK
Milik saya meraa
Milik kamu tumhaaraa
Milik kami hamaara
Milik dia uskaa

KATA KERJA
Datang aanaa
Pergi jaanaa
Makan khaanaa
Minum piinaa
Membaca parhnaa
Menulis likhnaa
Membawa laanaa
Duduk baithnaa
Berdiri uthnaa
Menyanyi gaanaa
Melihat dekhnaa
Mengambil lenaa
Membuat banaanaa
Berbicara bolnaa
Tahu jaan
Membersihkan saf karnaa
Bertemu milnaa
Bertanya puuchnaa
Memberitahu bataanaa
Mengirim bhejnaa
Menari naachnaa
Menaruh rakhnaa
Bermain khelnaa
Tidur sonaa

KATA SIFAT
Kaya amiir
Miskin gariib
Besar baraa
Kecil chotaa
Lama puraanaa
Baru nayaa
Tua buudha
Muda jawaan
Panas garam
Dingin thandaa
Segar taazah
Bersih saaf
Kotor mailaa
Mahal mahengaa
Murah sasta

ORGAN TUBUH
Badan jisma, badan
Kepala sir
Wajah chiharah
Mata aank
Hidung naak
Mulut munh
Bibir honth
Lidah zabaan
Gigi dannt
Dada chhaati
Perut pet
Pungung peet
Pinggang kamar
Otak dimaagh
Jantung dil
Hati jigar
Tangan haath
Jari ungalii
Kuku naakhun
Kaki pair
Kumis muunch
Janggut daarhii
Leher gardan
Alis mata abru
Bulu mata palak
Pipi gaal
Tulang haddi
Kulit khaal
Darah khuun

PENYAKIT
Sakit biimaar
Batuk khaansii
Selesma zukaam
Demam bukhaar
Sakit kepala dardisar

KELUARGA
Ibu maan, waalida
Ayah abbaa, waalid
Anak (lk) betaa
Anak (pr) betii
Saudara (lk) bhaaii
Saudara (pr) behen
Suami syauhar
Isteri biiwi
Kakek daadaa

WAKTU
Jam (pukul) baje
Jam ghantah
Pagi subah
Tengah hari do pahar
Petang syaam
Malam raat
Tengah malam aadhiraat
Hari din
Minggu,pekan haftah
Bulan mahiinah
Tahun saal,baras
Abad shadii
Kemarin kal

HARI
Senin piir
Selasa man-gal
Rabu budh
Kamis jumeraat
Jum’at jum’ah
Sabtu sanichar
Minggu itwaar

MUSIM DAN CUACA
Musim semi bahaar
Musim panas garmi
Musim dingin jaara
Musim hujan barsaat
Dingin thandaa
Panas garmii
Berkabut dhundlaa
Kabut kuhraa
Hujan baarisy
Mendung badlii
Angin topan tuufaan
Cahaya matahari dhuup

ALAM
Matahari suuraj
Bulan chaand
Sinar bulan chaandnii
Cahaya matahari dhuup
Bintang sitaarah
Dunia dunyaa
Langit aasmaan
Samudera samandar
Sungai daryaa
Gunung pahaar
Udara hawaa
Api aag
Guntur garaj
Pelangi kamaan

ARAH
Utara syumaal
Selatan januub
Timur masyriq
Barat marib
Sebelah kiri baayii-n taraf
Sebelah kanan dayiin-n taraf
Kedepan aage
Belakang piiche
Atas uupar
Bawah niiche
Di dalam ander
Di luar baahar

BARANG TAMBANG
Tambang kaan
Besi lohaa
Emas sonaa
Perak chaandii
Kuningan piital
Timah siisah
Baja faulaad
Tembaga taambaa
Seng jast
Kaleng raangaa
Batu bara kuuyala
Belerang gandhak
Timah putih galahii, safedaa

PERALATAN RUMAH TANGGA
Piring rakaabii
Cangkir piyalah
Gelas gilaas
Baskom bartan
Ember baltii
Pisau chhurii
Pisau lipat chaaquu
Sendok chamchah
Garpu kaantaa
Sapu jhaaruu
Korek api diyaasalaaii
Kunci gembok taalaa
Kunci chaabii
Botol botel
Ganbar taswiir
Keranjang tokrii
Lilin battii
Meja mez
Kursi kursii
Tikar chataa-ii
Kantong thailii
Pelbet palang
Ayakan chalnii
Tali rassii
Jarum suu-ii
Jam gharii

PAKAIAN
Kemeja gamiis
Celana paijaamah
Jas kot
Jubah libaas
Celana pendek jaangiyaa
Syal disyaalaa
Serban pagrii
Sari saarii
Sarung tangan dastaanah
Kaos kaki mozah
Topi topii
Sapu tangan ruumaal
Ikat pinggang petii
Pakaian wol uunii
Beledu makhmal
Sutera resyam
Selimut kambal
Handuk tauliyah
Bantal takyah
Korden pardah
Taplak mez posy
Seperai chaadar
Rok dalam wanita lahangaa
Selendang guluuband

MAKANAN
Makanan khoraak
Sarapan haazrii
Makan malam khaanaa
Air paanii
Teh chaai
Nasi chaawel
Jagung makki, anaaj
Terigu gehon
Tepung aataa
Daging gosht
Ikan machlii
Roti rotii
Sup shorbah
Susu duudh
Dadih dahii
Mentega makkhan
Krim malaa-ii
Gula chiinii
Telur andaa
Acar achaar
Sele murabbah
Madu syahad
Es baraf
Minyak til
Minuman syarbat

SAYUR-SAYURAN
Kentang aalu
Wortel gaajar
Kol gobhii
Bunga kol phuulghobii
Kelapa naaryel
Ketimun khiiraa
Bawang bombai piyaaz
Bawang putih lassun
Asam jawa imlii
Bayam paalak
Cabai mirch

BUAH-BUAHAN

Mangga aam
Pisang kelaa
Jeruk naarangii
Apel sib
Jambu lutuk amruud
Nenas anannaas
Buah deliam anaar
Anggur angguur
Jeruk limun niibuu
Buah per naashpaatii
Semangka kharbuuzah
Kurma khajuur

BINATANG
Binatang haiwaan
Lembu gaa-i
Anjing kuttaa
Kambing bakrii
Unta uunt
Keledai gadhaa
Monyet bandar
Kerbau bhains
Banteng bail
Rusa haran
Gajah haathii
Rubah lomrii
Serigala giidar
Singa bheriyaa
Singa syir babar
Harimau syir
Kuda ghoraa
Kelinci khargosh
Kadal chipkalii
Tikus chuuhaa
Buaya magar mach
Kucing billii
Babi suwwar
Katak mendak
Siamang languur
Burung parindah

WARNA
Putih safid
Hitam kaalaa
Biru niila
Hijau haraa
Merah laal
Kuning piilaa
Merah muda gulaabii
Jingga tua naarangii
Merah tua qirmizii
Kelabu bhuura
Coklat pirang baadaamii
Gelap kaalaa
Terang halkaa

PEKERJAAN

Palayan naukar
Guru ustaad
Saudagar saudaagar
Tukang emas jauharii
Supir gaarii baan
Penjual buku kitaab farosy
Tukang cuci dhobii
Tukang jahit darjii
Tukang kayu barha-ii
Tukang batu raaj
Pemain khilaarii
Pedagang peratara dallaal
Bankir sarraf
Tukang cukur hajaam
Menteri waziir
Tukang daging qasaa-ii

INTERROGATIVE

Apa kiyaa
Siapa kaun
Bagaimana kaise
Mengapa kiyo
Berapa kitnaa
Kapan kab
Di mana kidhar
Mana kahaa
Yang mana kaunsaa
Milik siapa kiskaa

BILANGAN
1 ek
2 do
3 tiin
4 chaar
5 paanch
6 che
7 saat
8 aath
9 nau
10 das
11 giyaarah
12 baarah
13 terah
14 chaudah
15 pandrah
16 solah
17 satrah
18 athaarah
19 unniis
20 biis
21 ikkiis
22 baa-iis
23 te-iis
24 chaubiis
25 pachchiis
26 chabbiis
27 sathaa-iis
28 athaa-iis
29 untiis
30 tiis
31 iktiis
32 battiis
33 taintiis
34 chauntiis
35 paintiis
36 chattiis
37 saintiis
38 artiis
39 untaaliis
40 chaaliis
41 iktaaliis
42 bayaaliis
43 tintaaliis
44 chawaaliis
45 paintaaliis
46 chaayaaliis
47 saintaaliis
48 artaliis
49 unchaas
50 pachaas
51 ikaawan
52 baawan
53 tirpan
54 chawwan
55 pachpan
56 chappan
57 sataawan
58 athaawan
59 unsath
60 saath
61 iksath
62 baasath
63 tiresath
64 chaunsath
65 painsath
66 chayaasath
67 sarsath
68 arsath
69 unhattar
70 sattar
71 ikhattar
72 bahattar
73 tehattar
74 chauhattar
75 pachattar
76 chihattar
77 satattar
78 athattar
79 unaasii
80 assii
81 ikaasii
82 bayaasii
83 tiraasii
84 chauraasii
85 pachaasii
86 chayaasii
87 sataasii
88 athaasii
89 nawaasii
90 nawwe
91 ikaanawii
92 baanawe
93 tiraanawe
94 chauraanawe
95 pachaanawe
96 chayaanawe
97 sataanawee
98 athaanawe
99 ninnaanawe
100 sau
101 ek sau ek
102 ek sau do
200 do sau
1000 hazaar
1001 ek hazar ek
1005 ek hazar paanch
10.000 das hazaar

NOMOR URUT
Pertama pahlaa
Kedua duusraa
Ketiga tiisraa
Keempat chauthaa
Kelima paanchwaa
Keenam chataa
Ketujuh saatwaa
Kedelapan athwaa
Kesemblan nawaa
Kesepuluh daswaa
Kesebelas giyaarahwaa

PERASAAN
Marah naaraaz
Cinta muhabbat
Penyesalan afsos
Patah hati dil syakastah
Ambisi hauslah
Baik miharbanii
Berani bahaaduri
Takut buzdil
Senang khusyii
Sedih gam
Bingung ghabraanaa