Friday, October 20, 2006

Watak Kredit

"Persaingan hidup makin keras" kata orang begitu. Di mana letak kerasnya? Apakah pada sempitnya lapangan pekerjaan? Atau karena susahnya mencari uang yang hanya 10 ribu rupiah tapi setelah dapat angka tersebut tidak ada nilainya dan dengan sekejap mata pula akan habis? Jika benar demikian, maka apa yang harus kita lakukan agar hidup terasa lapang?

Ciptakan lapangan pekerjaan.
Mencari kerja aja susah gimana mau menciptakan lapangan kerja?
Ini Bukan tugas Anda yang jika di hatinya ada pertanyaan di atas tapi bagi anda yang memiliki kemampuan lebih ( berpikir ) pasti dapat melakukannya.

Hilangkan Watak Kredit
Sudah tau biaya untuk kebutuhan makan sehari-hari dan untuk pendidikan anak susah memenuhinya masih saja hobby-nya kredit yang penting hidup kelihatan mewah oleh orang lain. Itulah watak orang kita. Lebih malu jalan kaki dari pada dikejar-kejar tukang kridit motor, lebih baik hutang sana sini asalkan punya HP keluaran terbaru.

So... dengan menyambut hari raya tahun ini...

Sunday, May 28, 2006

Musibah menimpa negeriku lagi

Musibah tidak pernah lupa dengan negeriku, saat ini gempa mengguncang Yogyakarta dan Jateng.



Friday, May 12, 2006

Menjadi Peresensi Buku

Ini ada tulisan bagus yang saya dapat dari milis muslim blog
------------------------------------------------------------

Menjadi Peresensi Buku

Oleh Yon’s Revolta

Menjadi perensi buku itu melelahkan, tapi mengasyikkan, setidaknya itu menurut saya. Melelahkan karena kita harus berpayah-payah melawan rasa malas dalam membaca buku dan memahami isinya. Mengasyikkan karena kita bisa berbagi ilmu dengan orang lain melalui buku yang kita baca itu. Dengan demikian, kita bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Perkerjaan yang mulia dan mengasyikkan bukan..?

Lantas, apakah membuat resensi itu sulit..?

Percayalah, meresensi buku itu tidak sulit. Kalau ada yang mengatakan bahwa menulis resensi buku itu sulit, anggap saja bohong belaka. Kalau Anda bisa membaca dan menulis, yakinlah...Anda juga bisa menulis resensi buku, asalkan ada kemauaan, inilah kata kuncinya.

***

Pembaca Yang Baik

Untuk menjadi seorang peresensi, sudah tentu kita harus doyan baca terlebih dahulu. Dari aktivitas membaca itulah kita berbagi cerita tentang isi buku kepada orang lain. Tujuannya, membantu orang lain memahami sepintas tentang sebuah buku terkait dengan kekurangan dan kelebihannya. Maka dari itu, seorang peresensi, dia perlu menjadi seorang pembaca yang baik.

Untuk menjadi pembaca yang baik, mari kita berguru pada Mortimer J. Adler dan Charles Van Doren. Di dalam bukunya yang berjudul How Read A Book, kedua orang ini memperkenalkan bagaimana prosedur membaca buku yang baik;

1. Membaca Permulaan : Kemampuan untuk mengenal huruf, kata dan kalimat. Misalnya ketika kita membaca buku berbahasa Indonesia, kita tidak terlalu kesulitan dalam memahaminya isinya, lain ketika buku berbahasa Inggris, kita harus sedikit berjuang memahaminya dengan sesekali melihat kamus. Anggap saja buku yang kita hadapai berbahasa Indonesia, prosedur pertama itu bisa kita lalui karena huruf, kata dan kalimatnya mudah kita kenali dan pahami.

2. Membaca Inspeksional : Kemampuan membaca sekilas. Membaca sinopsisnya, kata pengantarnya, daftar isi, judul perbab yang dirasa menarik serta lampiran yang ada didalamnya. Langkah ini memudahkan kita untuk memahami garis besar isi buku.

3. Membaca Analitis : Kemampuan untuk menilai buku. Mulai dari memetakan apakah buku yang kita baca itu buku teori atau praktek. Kemudian, setelah membaca keseluruhan isi buku, bisa menyarikan isi buku dengan beberapa kalimat, mencatat hal-hal penting dalam buku tersebut, termasuk informasi penulisnya. Semua ini sebagai bekal dan amunisi untuk membuat resensi nantinya.

***

Teknik Meresensi Buku

Untuk bisa membuat karya resensi, ada empat cara yang bisa kita gunakan, masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihannya;

1. Catatan Buku (The Book Notice)

ini adalah meresensi yang paling mudah. Kita tidak perlu membaca isi buku secara keseluruhan atau mendalam. Kita hanya melaporkan yang tampak tanpa menganalisis isinya. Tujuan dari merensi buku dengan cara ini, hanya sekedar memperkenalkan buku secara sekilas kepada pembaca. Tapi, tetap saja perlu diketengahkan mengenai kekurangan dan kelebihannya agar tidak dianggap hanya sekedar “Iklan Buku”.

2. Tinjauan Buku (intisai buku/ The Book Digest).

Dengan cara ini, pembaca bisa memahami buku lebih menyeluruh karena peresensi telah membuat catatan tentang intisari sebuah buku, membuat ringkasan buku, serta memberikan catatan kelemahan dan kekurangannya. Dengan cara ini, perensensi harus bisa membaca dengan analitis dan bisa memahami betul isi buku agar bisa membuat penilaian secara tepat terhadap isi buku tersebut. Petikan-petikan langsung isi buku diperlukan untuk meyakinkan pembaca. Cara ini sangat tepat digunakan dalam meresensi buku-buku ilmiah (non fiksi).

3. Kritik Buku (The Book Critism).

Tujuan utama cara ini adalah menilai suatu buku. Membuat penilaian dengan sungguh-sunguh tentang isi buku. Membuat penilaian sejara jujur dan “objektif” terhadap sebuah buku, menganalisis tujuan penulisan buku, kualifikasi penulisnya serta membandingkannnya dengan buku-buku lain.

4. Tinjauan Fiction (The Fiction Review)

Ini adlah cara meresensi yang biasa digunakan dalam buku-bukum fiksi. Selain harus menguasai isi buku. Mencari perimbangan antara jalan cerita (plot, sinopsis) dan tema cerita. Kadang dipaparkan juga tentang proses kreatif pembuatakan karya oleh penulis buku itu sementara isi buku sendiri hanya dipaparkan sekilas saja. Keempat cara tersebut bebas kita pilih, disesuaikan dengan kebutuhan saja.

***
Struktur Karya Resensi

Judul

1. Judul Buku :
2. Penulis :
3. Penerbit :
4. Cetakan :
5. Tebal :
6. Peresensi :

Isi.........
***
Untuk mengirimkan karya resensi ke media, usahakan ditulis dengan spasi 1,5, maksimal 2,5 halaman kuarto dan disertakan sampul buku. Demikian cara mudah untuk menjadi peresensi, semoga bermanfaat.

Bahan : Dari Modul Lemjuri

Purwokerto, 30 April 2006 / 06.04.
Salam hangat

~Yon’s Revolta~
Blogger dan Pecinta Buku
Freelance_corp (at) yahoo.com
http://penakayu.blogspot.com

Sumber : muslimblog

Monday, May 01, 2006

Trilogi Kiyosaki: Cara Pintar Jadi Orang Kaya


Buku 'Rich Dad Poor Dad' (RDPD) baru saya baca pada bulan Maret 2006 padahal buku tersebut sudah sering saya lihat setiap saya mutar-mutar di Community Center (CC) New Friends Colony sudut kota Delhi, menarik memang bahkan sangat menarik, bagaimana tidak? buku tersebut mengajarkan bagaimana cara agar uang bekerja untuk kita bukan sebaliknya. Tentang gagasan buku tersebut saya secara pribadi mendapat tantangan lain yaitu tantangan dari keluarga dan lingkungan, keluarga saya yang berada di garis sangat sederhana dan tinggal di kampung berfikiran bahwa orang hebat adalah orang yang sekolah tinggi dan bekerja sebagai pegawai negeri atau dengan kata lain sebagai pegawai yang berbaju rapi, tidak masalah apakah gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau tidak.

Tentang buku tersebut, endonesia.com (Selasa, 18-Juni-2002, 20:27:00) memuat:

Inilah pernyataan menarik yang dilontarkan Robert T Kiyosaki dalam bukunya, 'Rich Dad Poor Dad' (RDPD). Buku ini merupakan karya pertama dari trilogi Kiyosaki, bersama dua buku lainnya, 'Cashflow Quadrant (CQ)' dan 'Rich Dad: Guide to Investing' (RDGI). Dan tentu saja trilogi yang ditulis bareng dengan kawan lamanya, Sharon L Lechter, kini jadi buku 'bestseller' versi 'New York Times.'

Sebagai pengarang berperspektif unik mengenai bisnis, Kiyosaki memang mengkhususkan diri menulis buku-buku bertema ekonomi. Dasar pemikirannya sangat sederhana: Jabatan, karier, maupun kepandaian, tidak bisa menjamin seseorang menjadi kaya. Itu sebabnya, menurut Kiyosaki, konsep pendidikan yang menekankan bahwa ''anak sekolah harus pintar'' harus diubah total. Ini agar kita tidak terkurung dalam 'rat race,' kehidupan yang tak cerdas.

''Alasan utama orang bersusah payah secara finansial adalah karena mereka menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah, tetapi tidak belajar apa pun mengenai uang,'' ujar Kiyosaki yang pernah menjadi staf pengajar bisnis dan investasi. ''Hasilnya adalah orang bekerja untuk mendapatkan uang, tetapi tak pernah belajar agar uang bekerja untuk mereka.''

Sebagai pengganti, Kiyosaki melontarkan gagasan 'how to get rich.' Ada enam kiat yang dapat diaplikasikan untuk menjadi orang kaya. Pertama, ''Orang Kaya Tidak Bekerja Untuk Uang'' (hlm 13). Ini bisa jadi cara efektif menghindari kemiskinan. Sebab, kata Kiyosaki, orang miskin tidak memiliki kebebasan finansial dalam hidupnya. Penghasilannya selalu habis untuk membiayai kewajibannya.

Kiat kedua, penguasaan atas empat konsep bisnis -- yaitu pemasukan, pengeluaran, neraca aset, dan liabilities. Secara detil kiat ini diungkap dalam item ''Mengapa Mengajarkan Melek Finansial'' (hlm 57). Ketiga, anjuran untuk memulai bisnis sendiri sebagai jalan awal menuju kekayaan. Ini diungkapnya dalam bab ''Uruslah Bisnis Anda Sendiri'' (hlm 93). Sedang kiat keempat Kiyosaki terasa lebih teknis, yaitu ihwal ''Sejarah Pajak dan Kekuatan Korporasi'' (hlm 105). Intinya, bila kita bagaimana mengatur pajak, maka pengetahuan ini akan mendatangkan kekayaan.

Masih ada kiat kelima, yaitu ''Orang Kaya Menciptakan Uang'' (hlm 121). Di sini Kiyosaki membahas ihwal 'kecerdasan finansial' orang kaya dalam mengelola uang. Kecerdasan itu antara lain, dapat membedakan 'good and bad liabilities, good and bad debt, good and bad expenses,' dan 'good and bad risk.' Dibahas pula tentang investasi sebagai teknik orang kaya menciptakan uang.

Kiat terakhir yang disodorkan Kiyosaki adalah ''Bekerja Untuk Belajar, Jangan Bekerja Untuk Uang'' (hlm 149). Ajaran ini terkait dengan perubahan paradigma era informasi, dari 'school smart' ke 'school smart' dan 'street smart.' Artinya, selain diperlukan kecerdasan akademis, untuk jadi orang kaya, dibutuhkan juga 'ilmu jalanan' yang tidak didapat di bangku sekolah.

Tentu saja Kiyosaki tak mencipta kiat ini dari ilmu ekonomi yang dipelajarinya secara formal. Tapi, lebih bertumpu pada renungan tentang kisah hidupnya sendiri. Seperti yang dikutip di 'RDPD', yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pertama kali September 2001, sukses karier bisnis Kiyosaki diawali sejak 1997 dengan mendirikan perusahaan dompet berbahan nylon. Di tahun 1985 kegiatan bisnis pengusaha kelahiran Hawaii ini mulai dikurangi, tetapi kegiatan investasi tetap dilakukan. Dari sanalah Kiyosaki terus menuai sukses.

Menurut Tri Utomo Wiganarto, konsultan West Java Corridor, trilogi Kiyosaki ini hampir sepenuhnya berbicara tentang pembentukan karakter pribadi kita dan hanya sedikit yang membahas masalah teknis. ''Pendekatan Kiyosaki adalah pendekatan 'leaderships' yang dituangkan dalam bahasa yang membumi,'' kata Tri Utomo dalam acara bedah buku trilogi Kiyosaki di Bandung belum lama ini. ''Pemikiran Kiyosaki mengubah paradigma berpikir kita menjadi lebih terbuka.''

Rendra Hertiadhi, marketing dan corporate director PT Myohdotcom Indonesia Tbk, menilai bahwa empat konsep bisnis Kiyosaki sangat aplikatif. Bila kita mengadopsi konsep 'bad liabilities' -- seperti spekulasi utang -- risikonya sangat tinggi. Selama utang sesuai rencana, tidak jadi masalah. Asal, sumber pembayaran utang bukan dari kantong sendiri, melainkan dari aset bisnis yang kita ciptakan. ''Jadi, pembahasan Kiyosaki tentang 'bad and good liabilities' sangat tepat,'' ujarnya.

Buku 'RDPD' secara keseluruhan memaparkan serangkaian petunjuk agar kita berusaha mendekati impian kita untuk menjadi kaya. Tetapi di akhir buku, Kiyosaki menegaskan bahwa semuanya berpulang pada seberapa keras usaha dan kontrol diri Anda. Buku kedua, 'CQ,' dicetak enam kali sepanjang tahun 2001. Di sini Kiyosaki menciptakan sebuah model yang disebut 'cashflow quadrant.' Model ini terdiri dari empat kuadran yang memetakan empat posisi orang dalam konteks finansial.

Buku setebal 330 halaman dan terdiri dari 18 bab ini memberikan petunjuk bagi kita untuk mengetahui di kuadran mana posisi kita dan membantu kita untuk berpindah ke kuadran yang lebih baik. Empat kuadran tersebut adalah kuadran E ('employee'), kuadran S ('self employee'), kuadran B ('business ownners'), dan kuadran I ('investor').

Di bagian pertama buku ini, Kiyosaki memaparkan perbedaan inti dari orang-orang pada masing-masing kuadran dengan menganalisis kata-kata mereka. Bagian kedua merupakan tahap-tahap membangkitkan potensi yang ada dalam diri untuk menjadi kaya. Bagian ketiga buku ini diisi nasehat Kiyosaki menjadi 'business ownners' dan 'investor' yang sukses. Intinya adalah kontrol diri, investasi, dan manajemen. Selain itu juga disuguhkan tujuh langkah menemukan jalur cepat kebebasan finansial Anda (Bab 11).

Buku ketiga, 'RDGI,' baru selesai diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia tiga pekan lalu. Buku ini lebih banyak memberikan petunjuk teknis investasi serta pelajaran tentang bagaimana mempertahankan bisnis yang telah Anda bangun. Ada tiga hal yang menurut Kiyosaki dapat dilakukan untuk mempertahankan bisnis kita, yaitu dengan menyumbangkan kecerdasan, pengalaman, dan uang Anda pada pihak-pihak yang membutuhkan.

Perry Tristianto, raja 'factory outlet' Bandung, mengaku bahwa gara-gara teori Kiyosaki, ia yang memulai kariernya di kuadran E sekarang mampu bermain di kuadran B . ''Pelajaran dari Kiyosaki sebagian besar terjadi pada kehidupan saya,'' papar Perry.

Terdiri dari kurang lebih 400 halaman, buku ini memberikan pandangan komprehensif mengenai pemikiran-pemikiran Kiyosaki dalam bentuk tips-tips yang dikemas secara menarik. Semuanya digelar dalam bahasa yang sederhana dan sistematis. Artinya bisa dicerna dengan mudah oleh siapa pun.

Di tengah terpuruknya perekonomian kita, trilogi Kiyosaki memang menawarkan angin segar. Apalagi buku ini memang ditulis Kiyosaki pada suatu periode hidupnya yang serba sulit. Kiyosaki sempat mengalami keterpurukan, kehilangan tempat tinggal, menjadi orang yang terpinggirkan, dan jatuh sakit.

''Di saat semua pihak tidak yakin kita bisa bangkit, buku ini benar-benar memberikan inspirasi pada kita. Yang paling penting adalah bagaimana kita mengarahkan kekuatan diri sendiri untuk membangun sesuatu,'' kata Tri Utomo.

Tuesday, April 04, 2006

Visi Riau 2020

Selasa, 04 April 2006, riaupos dot com menurunkan berita "Lemhanas Pertanyakan Subtansi Visi Riau 2020". Lembaga ini terlalu khuawatir nantinya Riau akan berpisah dengan RI. Kenapa berpikiran begitu? Karena Riau ingin menjalin hubungan dengan sejumlah negara tetangga? sungguh suatu penilaian yang dhaif menurut saya. Sebaiknya pusat memdukung Visi Daerah, dan memberikan masukan agar visi tersebut dapat terlaksana dengan baik dan dapat meningkatkan ekonomi daerah. Bukan malah menghambat atau mengatakan "wah ini bahaya" atau lain sebagainya. Pelajari dulu, trus ingat sejauh mana selama ini usaha dan keinginan pusat untuk menbangun daerah yang hasil kekayaannya telah dibawa ke pusat sana?

Jika ada seorang anak yang yang selalu dicurangi oleh ayahnya lalu anak tersebut pinginnya berteman dengan tetangga aja yang lebih menguntungkan kenapa si ayah harus berkata "kamu anak durhaka"? Introspeksi diri itu lebih baik.

Saya mendukung keinginan Ketua DPRD Riau, drh H Chaidir MM untuk mewujudkan Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat agamis, sejahtera lahir dan bathin, di Asia Tenggara tahun 2020. Yang tentunya kemajuan Riau juga merupakan kemajuan Indonesia.

Sunday, April 02, 2006

Rancangan undang undang Anti Pornografi dan porno aksi

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……TAHUN …..

TENTANG
ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berlandaskan Pancasila yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi;
b. bahwa untuk mewujudkan tatanan masyarakat Indonesia yang serasi dan harmonis dalam keanekaragaman suku, agama, ras, dan golongan/ kelompok, diperlukan adanya sikap dan perilaku masyarakat yang dilandasi moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. bahwa meningkatnya pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi dan perbuatan serta penyelenggaraan pornoaksi dalam masyarakat saat ini sangat memprihatinkan dan dapat mengancam kelestarian tatanan kehidupan masyarakat yang dilandasi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa;
d. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sampai saat ini belum secara tegas mengatur definisi dan pernberian sanksi serta hal¬hal lain yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi sebagai pedoman dalam upaya penegakan hukum untuk tujuan melestarikan tatanan kehidupan masyarakat;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan :
1. Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.
2. Pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di'muka umum.
3. Media massa cetak adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan¬pesan secara visual kepada masyarakat luas berupa barang-barang cetakan massal antara lain buku, suratkabar, majalah, dan tabloid.
4. Media massa elektronik adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan¬pesan secara audio dan/atau visual kepada masyarakat luas antara lain berupa radio, televisi, film, dan yang dipersamakan dengan film.
5. Alat komunikasi medio adalah sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara audio dan/atau visual kepada satu orang dan/atau sejumlah orang tertentu antara lain berupa telepon, Short Message Service, Multimedia Messaging Service, surat, pamflet, leaflet, booklet, selebaran, poster, dan media elektronik baru yang berbasis komputer seperti internet dan intranet.
6. Barang pornografi adalah semua benda yang materinya mengandung sifat pornografi antara lain dalam bentuk buku, suratkabar, majalah, tabloid dan media cetak sejenisnya, film, dan/atau yang dipersamakan dengan film, video, Video Compact Disc, Digital Video Disc, Compact Disc, Personal Computer-Compact Disc Read Only Memory, dan kaset.
7. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang diperoleh antara lain melalui telepon, televisi kabel, internet, dan komunikasi elekronik lainnya, dengan cara memesan atau berlangganan barang-barang pornografi yang dapat diperoleh secara langsung dengan cara menyewa, meminjam, atau membeli.
8. Membuat adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksi materi media massa cetak, media massa elektronik, media komunikasi lainnya, dan barang¬barang pornografi.
9. Menyebarluaskan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan mengedarkan materi media massa cetak, media massa elektronik, media-media komunikasi lainnya, dan mengedarkan barang-barang yang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan, memperlihatkan, memperdengarkan, mempertontonkan, mempertunjukan, menyiarkan, menempelkan, dan/atau menuliskan.
10. Menggunakan adalah kegiatan memakai materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, dan barang dan/atau jasa pornografi.
11. Pengguna adalah setiap orang yang dengan sengaja menonton/ menyaksikanpornografi dan/atau pornoaksi.
12. Setiap orang adalah orang perseorangan, perusahaan, atau distributor sebagai kumpulan orang baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
13. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Presiden.
14. Mengeksploitasi adalah kegiatan memanfaatkan perbuatan pornoaksi untuk tujuanmendapatkan keuntungan materi atau non materi bagi diri sendiri dan/atau oranglain.
15. Hubungan seks adalah kegiatan hubungan perkelaminan balk yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri maupun pasangan lainnya yang bersifat heteroseksual, homoseks atau Iesbian.
16. Anak-anak adalah seseorang yang belum berusia 2 (dua belas) tahun
17. Dewasa adalah seseorang yang telah berusia 12 (dua betas) tahun keatas.
18. Jasa pornoaksi adalah segala jenis layanan pornoaksi yang dapat diperoleh secaralangsung atau melalul perantara, baik perseorangan maupun perusahaan.
19. Perusahaan adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, balkberupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
20. Orang lain adalah orang selain suami atau istri yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Asas dan Tujuan
Pasal 2
Pelarangan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatan dan penyelenggaraan pornoaksi berasaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memperhatikan nilai-nilai budaya, susila, dan moral, keadilan, perundungan hukum, dan kepastian hukum.

Pasal 3
Anti pornografi dan pornoaksi bertujuan ;
a. Menegakkan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beriman dan bertakwa dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur kepadaTuhan Yang Maha Esa. ,
b. Memberikan perlind`ungan, pembinaan, dan pendidikan moral dan akhlak masyarakat

BAB II
LARANGAN
Bagian Pertama
Pornografi
Pasal 4
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual darf orang dewasa.
Pasal 5
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh orang dewasa.
Pasal 6
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh .atau.bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis. .
Pasal 7
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank aktivitas orang yang berciuman bibir.
Pasal 8
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisanyang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani.
Pasal 9
(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis.
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis.
(3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia.
(4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan.
Pasal 10
(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pesta seks.
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks.
Pasal 11
(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani danlatau hubungan seks.
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak.
Pasal 12
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 13
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 14
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 15
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 16
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 17
(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. .
(4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(5) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 18
(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam acara pesta seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam pertunjukan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 19
(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi,.gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak-anak melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
(4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 20
Setiap orang dilarang menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagai model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tank tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal dunia dan/atau dengan hewan.
Pasal 21
Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa. anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks.
Pasal 22
Setiap orang dilarang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni.
Pasal 23
Setiap orang dilarang membeli barang pornografi dan/atau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 24
(1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.
(3) Setiap orang dilarang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.

Bagian Kedua
Pornoaksi
Pasal 25
(1) Setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.
Pasal 26
(1) Setiap orang dewasa dilarang dengan sengaja telanjang di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk telanjang di muka umum.
Pasal 27
(1) Setiap orang dilarang berciuman bibir di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang rnenyuruh orang lain berciuman bibir di muka umum.
Pasal 28
(1) Setiap orang dilarang menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang Fmenyuruh orang lain untuk menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum.
Pasal 29
(1) Setiap orang dilarang melakukan masturbasi, onani atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan masturbasi, onani, ataugerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum.
(3) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani,atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani.
Pasal 30
(1) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.
(3) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks dengan anak -anak.
(4) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan kegiatan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks.
Pasal 31
(1) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks.
(2) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak-anak.
(3) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks.
(4) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak.
Pasal 32
(1) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks.
(2) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak¬anak.
(3) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks.
(4) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak.
Pasal 33
(1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasai 32.
(3) Setiap orang dilarang rnenyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32.

BAB III
PENGECUALIAN DAN PERIZINAN
Bagian Pertama
Pengecualian
Pasal 34
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23 dikecualikan untuk tujuan pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dalam batas yang diperlukan.
(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada lembaga riset atau lembaga pendidikan yang bidang keilmuannya bertujuan untuk pengembangan pengetahuan.
Pasal 35
(1) Penggunaan barang pornografi dapat dilakukan untuk keperluan pengobatan gangguan kesehatan.
(2) Penggunaan barang pornografi untuk keperluan gangguan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan rekomendasi dari dokter, rumah sakit dan/atau lembaga kesehatan yang mendapatkan ijin dari Pemerintah.
Pasal 36
(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:
a. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaanritus keagamaan atau kepercayaan;
b. kegiatan seni;
c. kegiatan olahraga; atau
d. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.
(2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.
(3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.

Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 37
(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.
(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.
Pasal 38
1. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.
2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memenuhi syarat:
a. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan ,oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;
b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;
c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;
d. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalase tersendiri yang Ietaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan betas) tahun;
Pasal 39
(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 selanjutnya diatur dengän Peraturan Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah seuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.
BAB IV
BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL
Bagian Pertama
Nama dan Kedudukan
Pasal 40
(1) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi dan Pornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.
(2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Pasal 41
BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas
Pasal 42
BAPPN mempunyai fungsi:
a. pengkoordinasian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalam penyiapan dan penyusunan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
b. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
c. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan jasa pornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan;
d. pengoperasian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;
e. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam
rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
f. pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, jasa
pornografi, dan jasa pornoaksi;
g. pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
Pasal 43
(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, BAPPN mempunyai tugas :
a. Meminta informasi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansi dan/atau badan terkait;
b. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
(2) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, BAPPN mempunyai tugas :
a. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi dan/atau badan terkait;
b. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi.
(3) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikap dan prilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.
(4) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d, BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi dan badan yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan ponografi dan pornoaksi.
(5) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e, BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(6) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f, BAPPN mempunyai tugas :
a. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;
b. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.
(7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas :
a. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
b. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
c. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baik dalam tingkat nasional maupun tingkat internasional yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi.
Pasal 36
(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:
a. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat
istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan
ritus keagamaan atau kepercayaan;
b. kegiatan seni;
c. kegiatan olahraga; atau
d. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.
(2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.
(3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.

Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 37
(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.
(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.
Pasal 38
1. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.
2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memenuhi syarat:
a. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan ,oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;
b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;
c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;
d. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalase tersendiri yang Ietaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan betas) tahun;
Pasal 39
(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 selanjutnya diatur dengän Peraturan Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah seuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.
BAB IV
BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL
Bagian Pertama
Nama dan Kedudukan
Pasal 40
(1) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi dan Pornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.
(2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Pasal 41
BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas
Pasal 42
BAPPN mempunyai fungsi:
a. pengkoordinasian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalam penyiapan dan
b. penyusunan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
c. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
d. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan jasa pornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan;
e. pengoperasian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;
f. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
g. pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, jasa pornografi, dan jasa pornoaksi;
h. pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
Pasal 43
(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, BAPPN mempunyai tugas :
a. Meminta informasi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansi dan/atau badan terkait;
b. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
(2) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, BAPPN mempunyai tugas :
a. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi dan/atau badan terkait;
b. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi.
(3) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikap dan perilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.
(4) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d, BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi dan badan yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan ponografi dan pornoaksi.

(5) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e, BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(6) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f, BAPPN mempunyai tugas :
a. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;
b. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.
(7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas :
a. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
b. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
c. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baik dalam tingkat nasional maupun tingkat internasional yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi.

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 44
(1) BAPPN terdiri atas seorang Ketua merangkap Anggota, seorang Wakil Ketua merangkap Anggota, serta sekurang-kurangnya 11 (sebelas) orang Anggota yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.
(2) Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BAPPN adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(3) Ketua dan Wakil Ketua BAPPN dipilih dari dan oleh Anggota.
Pasal 45
(1) Sebelum memangku jabatannya, Anggota BAPPN mengucapkan sumpah/janji menurut agama dan kepercayaannya masing-masing di hadapan Presiden Republik Indonesia.

(2) Lafal sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga."
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung 'atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian."
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa,
dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia ,
Tahun 1945 dan segala undang-undang yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia."
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya."

Pasal 46
Persyaratan keanggotaan BAPPN adalah :
a. warga negara Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. berkelakuan baik;
d. memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pornografi dan pornoaksi; dan
e. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Pasal 47
Keanggotaan BAPPN berhenti atau diberhentikan karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit secara terus menerus;
e. melanggar sumpah/janji;
f. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
g. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan.

Pasal 48
(1) BAPPN dibantu oleh Sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh BAPPN.
(3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam keputusan BAPPN.
Pasal 49
Pembiayaan untuk pelpksanaan tugas BAPPN dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai BAPPN diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 51
(1) Setiap warga masyarakat berhak untuk berperan serta dalam pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi berupa :
a. hak untuk mendapatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi;
b. menyampaikan keberatan kepada BAPPN terhadap pengedaran barang dan/atau penyediaan jasa pornografi dan/atau pornoaksi;
c. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap seseorang, sekelompok orang, dan/atau badan yang diduga melakukan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
d. gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh dan/atau melalui lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(2) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk :
a. melakukan pembinaan moral, mental spiritual, dan akhlak masyarakat dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur, berakhlaq mulia, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. membantu kegiatan advokasi, rehabilitasi, dan edukasi dalam penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(3) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila melihat dan/atau mengetahui adanya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.

BAB VI
PERAN PEMERINTAH
Pasal 52
Pemerintah berwenang melakukan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dengan negara lain dalam upaya menanggulangi dan memberantas masalah pornografi dan/atau pornoaksi sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara.
Pasal 53
Pemerintah wajib memberikan jaminan hukum dan keamanan kepada pelapor terjadinya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi:
Pasal 54
(1) Penyidik wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (7) huruf a.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak menindaklanjuti laporan terjadinya pornoaksi dikenakan sanksi administratif, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 55
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan terhadap tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
PEMUSNAHAN
Pasal 56
(1) Pemusnahan barang pornografi dilakukan terhadap hasil penyitaan dan perampasan barang yang tidak berijin berdasarkan putusan pengadilan.
(2) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum bekerja sama dengan BAPPN.
(3) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum bekerjasama dengan BAPPN dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat :
a. nama media apabila barang disebarluaskan melalui media massa cetak dan/atau media massa elektronik;
b. nama dan jenis serta jumlah barang yang dimusnahkan;
c. hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan;
d. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan; dan
e. tanda tangan dan identitas Iengkap para pelaksana dan pejabat yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan.

BAB IX
KETENTUAN SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 57
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) diancam dengan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha;
(2) Setiap orang yang telah dicabut ijin usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali ijin usaha sejenis.

Bagian Kedua
Ketentuan Pidana
Pasal 58
Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah).
Pasal 59
Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,-(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 60
Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Pasal 61
Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang berciuman bibir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Pasal 62
Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 63
(1) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(2) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda .paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 . (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 64
(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pasta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 65
(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani dan/atau hubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 66
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik danlatau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
Pasal 67
Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
Pasal 68
Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
Pasal 69
Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sêbagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).


Saturday, April 01, 2006

KAMUS INDONESIA-URDU

Penyusun Khairurrazi

KATA GANTI
Saya : mei’n Kamu : tum aap
Kami : ham Dia : woh
Mereka : who




KATA GANTI MILIK
Milik saya meraa
Milik kamu tumhaaraa
Milik kami hamaara
Milik dia uskaa

KATA KERJA
Datang aanaa
Pergi jaanaa
Makan khaanaa
Minum piinaa
Membaca parhnaa
Menulis likhnaa
Membawa laanaa
Duduk baithnaa
Berdiri uthnaa
Menyanyi gaanaa
Melihat dekhnaa
Mengambil lenaa
Membuat banaanaa
Berbicara bolnaa
Tahu jaan
Membersihkan saf karnaa
Bertemu milnaa
Bertanya puuchnaa
Memberitahu bataanaa
Mengirim bhejnaa
Menari naachnaa
Menaruh rakhnaa
Bermain khelnaa
Tidur sonaa

KATA SIFAT
Kaya amiir
Miskin gariib
Besar baraa
Kecil chotaa
Lama puraanaa
Baru nayaa
Tua buudha
Muda jawaan
Panas garam
Dingin thandaa
Segar taazah
Bersih saaf
Kotor mailaa
Mahal mahengaa
Murah sasta

ORGAN TUBUH
Badan jisma, badan
Kepala sir
Wajah chiharah
Mata aank
Hidung naak
Mulut munh
Bibir honth
Lidah zabaan
Gigi dannt
Dada chhaati
Perut pet
Pungung peet
Pinggang kamar
Otak dimaagh
Jantung dil
Hati jigar
Tangan haath
Jari ungalii
Kuku naakhun
Kaki pair
Kumis muunch
Janggut daarhii
Leher gardan
Alis mata abru
Bulu mata palak
Pipi gaal
Tulang haddi
Kulit khaal
Darah khuun

PENYAKIT
Sakit biimaar
Batuk khaansii
Selesma zukaam
Demam bukhaar
Sakit kepala dardisar

KELUARGA
Ibu maan, waalida
Ayah abbaa, waalid
Anak (lk) betaa
Anak (pr) betii
Saudara (lk) bhaaii
Saudara (pr) behen
Suami syauhar
Isteri biiwi
Kakek daadaa

WAKTU
Jam (pukul) baje
Jam ghantah
Pagi subah
Tengah hari do pahar
Petang syaam
Malam raat
Tengah malam aadhiraat
Hari din
Minggu,pekan haftah
Bulan mahiinah
Tahun saal,baras
Abad shadii
Kemarin kal

HARI
Senin piir
Selasa man-gal
Rabu budh
Kamis jumeraat
Jum’at jum’ah
Sabtu sanichar
Minggu itwaar

MUSIM DAN CUACA
Musim semi bahaar
Musim panas garmi
Musim dingin jaara
Musim hujan barsaat
Dingin thandaa
Panas garmii
Berkabut dhundlaa
Kabut kuhraa
Hujan baarisy
Mendung badlii
Angin topan tuufaan
Cahaya matahari dhuup

ALAM
Matahari suuraj
Bulan chaand
Sinar bulan chaandnii
Cahaya matahari dhuup
Bintang sitaarah
Dunia dunyaa
Langit aasmaan
Samudera samandar
Sungai daryaa
Gunung pahaar
Udara hawaa
Api aag
Guntur garaj
Pelangi kamaan

ARAH
Utara syumaal
Selatan januub
Timur masyriq
Barat marib
Sebelah kiri baayii-n taraf
Sebelah kanan dayiin-n taraf
Kedepan aage
Belakang piiche
Atas uupar
Bawah niiche
Di dalam ander
Di luar baahar

BARANG TAMBANG
Tambang kaan
Besi lohaa
Emas sonaa
Perak chaandii
Kuningan piital
Timah siisah
Baja faulaad
Tembaga taambaa
Seng jast
Kaleng raangaa
Batu bara kuuyala
Belerang gandhak
Timah putih galahii, safedaa

PERALATAN RUMAH TANGGA
Piring rakaabii
Cangkir piyalah
Gelas gilaas
Baskom bartan
Ember baltii
Pisau chhurii
Pisau lipat chaaquu
Sendok chamchah
Garpu kaantaa
Sapu jhaaruu
Korek api diyaasalaaii
Kunci gembok taalaa
Kunci chaabii
Botol botel
Ganbar taswiir
Keranjang tokrii
Lilin battii
Meja mez
Kursi kursii
Tikar chataa-ii
Kantong thailii
Pelbet palang
Ayakan chalnii
Tali rassii
Jarum suu-ii
Jam gharii

PAKAIAN
Kemeja gamiis
Celana paijaamah
Jas kot
Jubah libaas
Celana pendek jaangiyaa
Syal disyaalaa
Serban pagrii
Sari saarii
Sarung tangan dastaanah
Kaos kaki mozah
Topi topii
Sapu tangan ruumaal
Ikat pinggang petii
Pakaian wol uunii
Beledu makhmal
Sutera resyam
Selimut kambal
Handuk tauliyah
Bantal takyah
Korden pardah
Taplak mez posy
Seperai chaadar
Rok dalam wanita lahangaa
Selendang guluuband

MAKANAN
Makanan khoraak
Sarapan haazrii
Makan malam khaanaa
Air paanii
Teh chaai
Nasi chaawel
Jagung makki, anaaj
Terigu gehon
Tepung aataa
Daging gosht
Ikan machlii
Roti rotii
Sup shorbah
Susu duudh
Dadih dahii
Mentega makkhan
Krim malaa-ii
Gula chiinii
Telur andaa
Acar achaar
Sele murabbah
Madu syahad
Es baraf
Minyak til
Minuman syarbat

SAYUR-SAYURAN
Kentang aalu
Wortel gaajar
Kol gobhii
Bunga kol phuulghobii
Kelapa naaryel
Ketimun khiiraa
Bawang bombai piyaaz
Bawang putih lassun
Asam jawa imlii
Bayam paalak
Cabai mirch

BUAH-BUAHAN

Mangga aam
Pisang kelaa
Jeruk naarangii
Apel sib
Jambu lutuk amruud
Nenas anannaas
Buah deliam anaar
Anggur angguur
Jeruk limun niibuu
Buah per naashpaatii
Semangka kharbuuzah
Kurma khajuur

BINATANG
Binatang haiwaan
Lembu gaa-i
Anjing kuttaa
Kambing bakrii
Unta uunt
Keledai gadhaa
Monyet bandar
Kerbau bhains
Banteng bail
Rusa haran
Gajah haathii
Rubah lomrii
Serigala giidar
Singa bheriyaa
Singa syir babar
Harimau syir
Kuda ghoraa
Kelinci khargosh
Kadal chipkalii
Tikus chuuhaa
Buaya magar mach
Kucing billii
Babi suwwar
Katak mendak
Siamang languur
Burung parindah

WARNA
Putih safid
Hitam kaalaa
Biru niila
Hijau haraa
Merah laal
Kuning piilaa
Merah muda gulaabii
Jingga tua naarangii
Merah tua qirmizii
Kelabu bhuura
Coklat pirang baadaamii
Gelap kaalaa
Terang halkaa

PEKERJAAN

Palayan naukar
Guru ustaad
Saudagar saudaagar
Tukang emas jauharii
Supir gaarii baan
Penjual buku kitaab farosy
Tukang cuci dhobii
Tukang jahit darjii
Tukang kayu barha-ii
Tukang batu raaj
Pemain khilaarii
Pedagang peratara dallaal
Bankir sarraf
Tukang cukur hajaam
Menteri waziir
Tukang daging qasaa-ii

INTERROGATIVE

Apa kiyaa
Siapa kaun
Bagaimana kaise
Mengapa kiyo
Berapa kitnaa
Kapan kab
Di mana kidhar
Mana kahaa
Yang mana kaunsaa
Milik siapa kiskaa

BILANGAN
1 ek
2 do
3 tiin
4 chaar
5 paanch
6 che
7 saat
8 aath
9 nau
10 das
11 giyaarah
12 baarah
13 terah
14 chaudah
15 pandrah
16 solah
17 satrah
18 athaarah
19 unniis
20 biis
21 ikkiis
22 baa-iis
23 te-iis
24 chaubiis
25 pachchiis
26 chabbiis
27 sathaa-iis
28 athaa-iis
29 untiis
30 tiis
31 iktiis
32 battiis
33 taintiis
34 chauntiis
35 paintiis
36 chattiis
37 saintiis
38 artiis
39 untaaliis
40 chaaliis
41 iktaaliis
42 bayaaliis
43 tintaaliis
44 chawaaliis
45 paintaaliis
46 chaayaaliis
47 saintaaliis
48 artaliis
49 unchaas
50 pachaas
51 ikaawan
52 baawan
53 tirpan
54 chawwan
55 pachpan
56 chappan
57 sataawan
58 athaawan
59 unsath
60 saath
61 iksath
62 baasath
63 tiresath
64 chaunsath
65 painsath
66 chayaasath
67 sarsath
68 arsath
69 unhattar
70 sattar
71 ikhattar
72 bahattar
73 tehattar
74 chauhattar
75 pachattar
76 chihattar
77 satattar
78 athattar
79 unaasii
80 assii
81 ikaasii
82 bayaasii
83 tiraasii
84 chauraasii
85 pachaasii
86 chayaasii
87 sataasii
88 athaasii
89 nawaasii
90 nawwe
91 ikaanawii
92 baanawe
93 tiraanawe
94 chauraanawe
95 pachaanawe
96 chayaanawe
97 sataanawee
98 athaanawe
99 ninnaanawe
100 sau
101 ek sau ek
102 ek sau do
200 do sau
1000 hazaar
1001 ek hazar ek
1005 ek hazar paanch
10.000 das hazaar

NOMOR URUT
Pertama pahlaa
Kedua duusraa
Ketiga tiisraa
Keempat chauthaa
Kelima paanchwaa
Keenam chataa
Ketujuh saatwaa
Kedelapan athwaa
Kesemblan nawaa
Kesepuluh daswaa
Kesebelas giyaarahwaa

PERASAAN
Marah naaraaz
Cinta muhabbat
Penyesalan afsos
Patah hati dil syakastah
Ambisi hauslah
Baik miharbanii
Berani bahaaduri
Takut buzdil
Senang khusyii
Sedih gam
Bingung ghabraanaa


Friday, March 03, 2006

The Top 1000 Words for Understanding Media Arabic

By Elisabeth Kendall

Published by: Georgetown University Press, 3240 Prospect Street NW, Washington, D.C-20007. Ph: 202-687-5889. Fax: 202-687-6340. www.press.georgetown.edu.

For more details and for copies of the book, contact Kimberly Wilson-Email:kaw46@ georgetown.edu or log on to www.press. georgetown.edu

To truly understand events in the Middle East, it is essential that scholars, journalists, government workers, military personnel, business people and diplomats familiarise themselves with Arabic/English translations for contemporary words and phrases. Media Arabic-the language of printed or broadcast news items emphasises relatively modern terms that are not covered by standard Arabic dictionaries. From 揳nti-aircraft missile,?揳xis of evil?or 揨ionism? this book lists the top 1000 words useful for understanding contemporary media Arabic. Elisabeth Kendall has taught media Arabic at the University of Oxford and the University of Edinburgh, where she is a lecturer in the Department of Islamic and Middle Eastern Studies.

The Bride Price: Dowry Abuse

By Amatullah Abdullah

Demanding a dowry and getting married may seem valid in the eyes of many, but will the marriage be validated in the eyes of Allah?

A woman holds a very high status in the Islamic faith. She is honoured and respected at all times, but many startling transgressions have crept into Islamic practice. These transgressions have been caused by cultural influences that have no basis in Islam.One such influence is the dowry. Muslims living in India have slowly incorporated the payment of dowry into their lives. There is nothing strange or unique about a culture influencing Muslim practice, as it is a common occurrence around the globe. There is nothing wrong with this as long as those cultural practices do not contradict Islamic law. The practice of dowry, however, does in fact transgress Islamic Law.

The Bride Price

We usually use the word 揼ift?for something that we give voluntarily to a person we like. A gift is something that strengthens the bond of friendship between two people. Dowry, which is usually defined as a 揼ift?given along with the bride by a bride抯 family to the bridegroom, is used as a tool of coercion and greed in societies like India. The bride抯 family must give this 揼ift?or the marriage will not take place. Always the price of the dowry is set higher than the bride抯 family can afford, and, sadly, this results in the bride becoming a burden on her family. The bride抯 family then struggles to pay the 揼ift.?br />

In Islam, in contrast, it is the man who pays the mahr (dower) to the woman. The following verses in the Qur抋n prove that it is the man who is obligated to pay the mahr to the woman unless the woman chooses not to take it.


(And give women their dower as a free gift, but if they of themselves be pleased to give up to you a portion of it, then eat it with enjoyment and with wholesome result.) (An-Nisaa?4:4)


Dowry Deaths

Cultures that demand dowry from the bride抯 family are actually practising the opposite of what Allah has commanded. They have reversed Allah抯 words in their practice. The bride is forced to pay a negotiated amount to the groom unless the man chooses not to take it. When the woman brings less than the negotiated amount, she has to endure constant torture from her in-laws after marriage. When the husband or in-laws are not satisfied with the dowry brought by the bride, they may even go so far as to kill the woman after marriage.The most severe among all the dowry abuse is 揵ride burning.?The parties engaged in the murder usually report the case as an accident or suicide.


Dowry abuse is rising among Muslims. Despite the Dowry Prohibition Act of 1961, dowry abuse is arising in India. The Indian Ministry of Home Affairs and the National Crime Records Bureau (NCRB) reported 6,285 deaths in 2003. The official records always include under-reportage. For example, in Delhi, 90 per cent of cases of women being burned are recorded as accidents, 5 percent as suicides, and only the remaining 5 percent are shown as murders. The statistics of dowry deaths in the whole of India is spine-chilling.


A Dowry Chest

Many women remain unmarried due to this dowry. Even worse is that when Muslim men intend to honour the mahr to their brides, it is often rejected. The women prefer to remain unmarried rather than to marry someone who is not from their culture. Another common practice is that people 揺xchange?their sons. In other words, they give a bridegroom (usually their son) to a woman to be married in exchange for a bridegroom from the woman抯 family (the bride-to-be抯 brother or any unmarried relative), so that they can have their daughters married without a dowry. This places an incredible disadvantage on the parents who have daughters and no sons. The parents of the daughters have to give money to get their daughters married!


Objectify Women

It is a sad irony that women (mainly mothers-in-law) are oppressive towards other women (daughters-in-law). It is mainly the mothers-in-law-to-be who demand dowry from the bride抯 family and who end up torturing the daughter-in-law after marriage if she brings less than the negotiated amount.


Syed (not his real name), aged 35, from Chennai, said, 揑t is difficult to find a bride who would be able to afford all that my mom asks. ?Because of this I am still unmarried.?When I asked his mother why she demands a dowry from the bride, she said, 揥e have spent so much on our son, for his education, for raising him and now we will marry him off and most of the money he earns will go to his wife. So she will benefit from all the money we spent on him. For that they can pay an amount to have our son.?br />

Ahmed (not his real name), 29, from Delhi, said, 揑 don抰 want to take any dowry, but can抰 stop my parents from asking, as I will disrespect them if I do so.?br />

So in an effort to respect parents and to conform to cultural norms, Muslim youth in India are bending over backwards to follow traditions that are not even rooted in Islam. Demanding a dowry and getting married may seem valid in the eyes of many, but will the marriage be validated in the eyes of Allah? If a culture contains un-Islamic practice, then one should not feel any shame in breaking those conflicting traditional practices. The practice of dowry has caused Muslims in many parts of the world to continue their prejudices against women despite the Islamic prohibitions against dowry. On the Indian sub-continent, a woman is considered to be a great burden mainly because of the dowry system. It is common to see people rejoicing over the birth of a son and lamenting over the birth of a daughter. Why aren抰 people listening to the message of Islam instead of following the customs around them?


Islam stressed fairness and kindness. Islam ensures that boys and girls are treated equally. It is unfortunate to see people submitting themselves to dictates of culture rather than to the will of Allah Who is our Creator, Cherisher, and Sustainer. Let us not succumb to the fitnah caused by culture and let us stand in practicing Islam by enjoining what is right and forbidding what is wrong.


(The writer can be reached at amatullah110@yahoo.com). (www.islamonline.net)

Source www.islamicvoice.com

Sunday, February 26, 2006

RESENSI : Cinta versi Kaum Sarungan

Oleh: Syaiful Bari
Judul Buku: Love in Pesantren, Shachree M Daroini, Matapena LKiS, Yogyakarta, I, Januari 2006, vi + 276 halaman

CINTA merupakan fitrah emosional yang dianugerahkan Allah SWT kepada seluruh umat manusia. Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta, tetapi mengarahkan cinta agar tetap setia di garis kelaziman, baik perempuan ataupun laki-laki. Andai kata kita jatuh cinta, kita harus ekstra hati-hati karena seperti minum air laut, semakin diminum kita akan semakin haus.

Hanya saja, untuk mendefinisikan kata cinta, sulitnya minta ampun. Sebab, kata ini termasuk kata yang penuh dengan misteri. Ia bagaikan inspirasi kehidupan umat manusia di segala penjuru dunia. Adalah mustahil mendefinisikan kata cinta dengan pengertian tunggal dan final yang bisa diterima oleh semua kalangan.

Ibn Arabi dalam karyanya Al-Futuhat Al-Makkiyah menyatakan bahwa cinta, nafsu, atau keinginan, semuanya tidak mungkin bisa diketahui kecuali seseorang dengan tepat memenuhi atau mengalaminya secara langsung. Cinta punya makna dan hakikat terdalam. Cinta itu merupakan bagian dari rasa yang muncul dari hati yang dalam dan paling rahasia.

Melalui novel berjudul Love in Pesantren, Shachree M Daroini mencoba mengelaborasi romantika cinta di pondok pesantren. Dengan aneka guyonan ala pondok pesantren, Shachree juga mengkritisi model cinta ala penguasa pesantren atau kaum sarungan yang masih bernuansa feodalistik. Feodalisme kaum sarungan ini terus disakralkan demi sebuah warisan leluhur yang dipatok dengan harga mati, tidak boleh diganggu gugat.

Cinta kaum feodalis adalah cinta yang gila kehormatan, status sosial, dan tentu saja kekayaan. Kita bisa melihatnya dalam novel ini, ketika cinta Komar (santri biasa) terhadap Siti (keturunan pesantren) terkendala oleh garis pemisah antara santri dan ningnya. Begitulah, dalam tradisi pesantren, seorang ning wajib hukumnya menikah dengan seorang gus. Implikasinya, tidak sedikit para gus dan ning yang merasakan adanya ketidakcocokan dengan pasangan hidup mereka. Sebab, cinta mereka bukanlah cinta yang lahir dan tumbuh dari keinginan hati terdalam mereka sendiri. Cinta mereka adalah "cinta paketan" orang tua.

Otoritas mutlak dalam segala cinta di lingkungan (keluarga) pesantren ada di tangan penguasanya, yaitu kiai. Segala hal yang berhubungan dengan cinta dan urusan-urusan lainnya, harus direstui terlebih dahulu oleh sang kiai. Kalau kiainya tidak setuju, bisa dipastikan tidak akan sukses. Di sini terjadi pemaksaan berlebihan dari kiai terhadap santri, anak-anaknya bahkan juga atas istrinya sendiri. Kemerdekaan manusia akhirnya dirampas secara paksa.

Yang menarik dalam novel ini, di samping dielaborasi perihal cinta kaum sarungan yang sangat bernuansa feodalistik itu, masih ada dua model cinta lainnya, yaitu cinta eksploitatif dan cinta produktif.

Merujuk pada Erich Fromm dalam buku To Have or To Be, penulis menjelaskan bahwa cinta eksploitatif adalah cinta yang bersikeras untuk memiliki, bukan menjadi. Cinta eksploitatif adalah model cinta yang memaksa orang di luar kita untuk tunduk sepenuhnya pada kehendak pribadi kita sendiri. Ini tentu saja hanya akan melahirkan penguasaan atau hegemoni. Padahal cinta harus membebaskan, dan itu hanya terdapat dalam modus 'menjadi'.

Dalam bukunya yang lain, The Art of Loving, Fromm menjelaskan secara cerdas bahwa cinta dengan modus 'menjadi' tersebut adalah model cinta produktif. Esensi cinta produktif adalah adanya perlindungan dan tanggung jawab. Tidak ada yang namanya penguasaan antara satu pihak ke pihak lainnya.

Perlindungan dan pertanggungjawaban itu menunjukkan, cinta ialah sebuah aktivitas membebaskan, bukan sebuah nafsu, yang olehnya orang dikuasai. Cinta produktif juga bukan sebuah pengaruh (affect) yang menjadikan orang terpengaruh bahkan tergantung olehnya. Dalam bahasa Ibn Arabi, cinta produktif tersebut merupakan bentuk pencarian dan penerimaan dari setiap individu tanpa saling merugikan. Selamat membaca! Syaiful Bari, Pemimpin Redaksi Majalah Humaniush, Yogyakarta.

Identitas Resensor

Nama : Syaiful Bari
Alamat : Wisma Sophie, Jl. Timoho Sapen Depok Sleman Yogyakarta
Nomor Rekening BNI Cabang DIY: 0029930896 (an. Syaiful Bari)
Nomor Hp : 081328618856

Sumber: http://www.mediaindo.co.id/

---------------------------------------------------
blog blogging weblog blogger hosting computer lyric

JIHAD EXPLAINED

In the linguistic sense, the Arabic word "jihad" means struggling or striving and applies to any effort exerted by anyone. In this sense a student struggles and strives to get an education and pass course work; an employee strives to fulfill his/her job and maintain good relations with his/her employer; a politician strives to maintain or increase his popularity with his constituents and so on. The term strive or struggle may be used for/by Muslims as well non-Muslims; for example, Allah, One and Only True God says in the Qur'an:

"We have enjoined on people kindness to parents; but if they strive (jahadaka) to make you ascribe partners with Me that of which you have no knowledge, then obey them not..." 29:8, also see 31:15.

In the above two verses of the Qur'an, it is non-Muslim parents who strive (jahada) to convert their Muslim child back to their religion.

In the West, "jihad" is generally translated as "holy war", a usage the media has popularized. According to Islamic teachings, it is unholy to instigate or start war; however, some wars are inevitable and justifiable. If we translate the words "holy war" back into Arabic we find "harbun muqaddasatun", or for "the holy war", "al-harbu al-muqaddasatu". We challenge any researcher or scholar to find the meaning of "jihad" as holy war in the Qur'an or authentic Hadith collections or in early Islamic literature. Unfortunately, some Muslim writers and translators of the Qur'an, the Hadith and other Islamic literature translate the term "jihad" as "holy war", due to the influence of centuries-old Western propaganda. This could be a reflection of the Christian use of the term "Holy War" to refer to the Crusades of a thousand years ago. However, the Arabic words for "war" are "harb" or "qital", which are found in the Qur'an and Hadith.

For Muslims the term jihad is applied to all forms of striving and has developed some special meanings over time. The sources of this development are the Qur'an (the Word of God revealed to Prophet Muhammad(S)) and the Hadith (teachings of Prophet Muhammad(S) [(S) denotes Sall-Allahu 'alayhi wa sallam meaning peace and blessings of Allah be upon him). The Qur'an and the Hadith use the word "jihad" in several different contexts which are given below:

1. Recognizing the Creator and loving Him most.

It is human nature to love what is seen with the eyes and felt with the senses more than the UNSEEN REALITY. The Creator of the Universe and the One God is Allah. He is the Unseen Reality which we tend to ignore and not recognize. The Qur'an addresses those who claim to be believers:

"O you who believe! Choose not your fathers nor your brethren for protectors if they love disbelief over belief; whoever of you takes them for protectors, such are wrong-doers. Say: if your fathers, and your children, and your brethren, and your spouses, and your tribe, and the wealth you have acquired, and business for which you fear shrinkage, and houses you are pleased with are dearer to you than Allah and His Messenger and striving in His way: then wait till Allah brings His command to pass. Allah does not guide disobedient folk." 9:23,24

It is indeed a struggle to put Allah ahead of our loved ones, our wealth, our worldly ambitions and our own lives. Especially for a non-Muslim who embraces Islam, it may be a tough struggle due to the opposition of his family, peers and society.

2. Resisting pressure of parents, peers and society:

Once a person has made up his mind to put the Creator of the Universe above all else, he often comes under intense pressures. It is not easy to resist such pressures and strive to maintain dedication and love of Allah over all else. A person who has turned to Islam from another religion may be subjected to pressures designed to turn him back to the religion of the family. We read in the Qur'an:

"So obey not the rejecters of faith, but strive (jahidhum) against them by it (the Qur'an) with a great endeavor." 25:52

3. Staying on the straight path steadfastly.

Allah says in the Qur'an:

"And strive (jahidu) for Allah with the endeavor (jihadihi) which is His right. He has chosen you and has not laid upon you in the deen (religion) any hardship ..." 22:78

"And whosoever strives (jahada), strives (yujahidu) only for himself, for lo! Allah is altogether independent of the universe." 29:6

As for those who strive and struggle to live as true Muslims whose lives are made difficult due to persecution by their opponents, they are advised to migrate to a more peaceful and tolerant land and continue with their struggle in the cause of Allah. Allah says in the Qur'an:

"Lo! As for those whom the angels take (in death) while they wronged themselves, (the angels) will ask: in what you were engaged? They will say: we were oppressed in the land. (The angels) will say: was not Allah's earth spacious that you could have migrated therein? ..." 4:97

"Lo! those who believe, and those who emigrate (to escape persecution) and strive (jahadu) in the way of Allah, these have hope of Allah's mercy ..." 2:218

Allah tests the believers in their faith and their steadfastness:

"Or did you think that you would enter Paradise while yet Allah knows not those of you who really strive (jahadu), nor knows those (of you) who are steadfast." 3:142

"And surely We shall try you with something of fear and hunger, and loss of wealth and lives and fruits; but give glad tidings to the steadfast." 2:155

We find that the Prophet Muhammad(S) and his clan were boycotted socially and economically for three years to force him to stop his message and compromise with the pagans but he resisted and realized a moral victory.

4. Striving for righteous deeds:

Allah declares in the Qur'an:

"As for those who strive (jahadu) in Us (the cause of Allah), We surely guide them to Our paths, and lo! Allah is with the good doers." 29:69

When we are faced with two competing interests, it becomes jihad to choose the right one, as the following Hadith exemplify.

Aisha, wife of the Prophet(S) asked, "O Messenger of Allah, we see jihad as the best of deeds, so shouldn't we join it?" He replied, "But, the best of jihad is a perfect hajj (pilgrimage to Makkah)." Sahih Al-Bukhari #2784

At another occasion a man asked the Prophet Muhammad(S):

"Should I join the jihad?" He asked, "Do you have parents?" The man said, "Yes!" The Prophet(S) said, "then strive by (serving) them!" Sahih Al-Bukhari #5972

Yet another man asked the Messenger of Allah:

"What kind of jihad is better?" He replied, "A word of truth in front of an oppressive ruler!" Sunan Al-Nasa'i #4209

The Messenger of Allah, Muhammad(S) said:

"... the mujahid (one who carries out jihad) is he who strives against himself for the sake of obeying Allah, and the muhajir (one who emigrates) is he who abandons evil deeds and sin." Sahih Ibn Hibban #4862

5. Having courage and steadfastness to convey the message of Islam:

The Qur'an narrates the experiences of a large number of Prophets and good people who suffered a great deal trying to convey the message of Allah to mankind. For examples see the Qur'an 26:1-190, 36:13-32. In the Qur'an, Allah specifically praises those who strive to convey His message:

"Who is better in speech than one who calls (other people) to Allah, works righteous, and declares that he is from the Muslims." 41:33

Under adverse conditions it takes great courage to remain a Muslim, declare oneself to be a Muslim and call others to Islam. We read in the Qur'an:

"The (true) believers are only those who believe in Allah and his messenger and afterward doubt not, but strive with their wealth and their selves for the cause of Allah. Such are the truthful." 49:15

6. Defending Islam and the community

Allah declares in the Qur'an:

"To those against whom war is made, permission is given (to defend themselves), because they are wronged - and verily, Allah is Most Powerful to give them victory - (they are) those who have been expelled from their homes in defiance of right - (for no cause) except that they say, 'Our Lord is Allah'.... " 22:39-40

The Qur'an permits fighting to defend the religion of Islam and the Muslims. This permission includes fighting in self defense and for the protection of family and property. The early Muslims fought many battles against their enemies under the leadership of the Prophet Muhammad(S) or his representatives. For example, when the pagans of Quraysh brought armies against Prophet Muhammad(S), the Muslims fought to defend their faith and community. The Qur'an adds:

"Fight in the cause of Allah against those who fight against you, but do not transgress limits. Lo! Allah loves not aggressors. ... And fight them until persecution is no more, and religion is for Allah. But if they desist, then let there be no hostility except against transgressors." 2:190,193

7. Helping allied people who may not be Muslim:


In the late period of the Prophet Muhammad's(S) life the tribe of Banu Khuza'ah became his ally. They were living near Makkah which was under the rule of the pagan Quraysh, Prophet Muhammad's(S) own tribe. The tribe of Banu Bakr, an ally of Quraysh, with the help of some elements of Quraysh, attacked Banu Khuza'ah and inflicted heavy damage. Banu Khuza'ah invoked the treaty and demanded Prophet Muhammad(S) to come to their help and punish Quraysh. The Prophet Muhammad(S) organized a campaign against Quraysh of Makkah which resulted in the conquest of Makkah which occured without any battle.

8. Removing treacherous people from power:

Allah orders the Muslims in the Qur'an:

"If you fear treachery from any group, throw back (their treaty) to them, (so as to be) on equal terms. Lo! Allah loves not the treacherous." 8:58

Prophet Muhammad(S) undertook a number of armed campaigns to remove treacherous people from power and their lodgings. He had entered into pacts with several tribes, however, some of them proved themselves treacherous. Prophet Muhammad(S) launched armed campaigns against these tribes, defeated and exiled them from Medina and its surroundings.

9. Defending through preemptive strikes

Indeed, it is difficult to mobilize people to fight when they see no invaders in their territory; however, those who are charged with responsibility see dangers ahead of time and must provide leadership. The Messenger of Allah, Muhammad(S), had the responsibility to protect his people and the religion he established in Arabia. Whenever he received intelligence reports about enemies gathering near his borders he carried out preemptive strikes, broke their power and dispersed them. Allah ordered Muslims in the Qur'an:

"Fighting is prescribed upon you, and you dislike it. But it may happen that you dislike a thing which is good for you, and it may happen that you love a thing which is bad for you. And Allah knows and you know not." 2:216

10. Gaining freedom to inform, educate and convey the message of Islam in an open and free environmentAllah declares in the Qur'an:

"They ask you (Muhammad) concerning fighting in the Sacred Month. Say, 'Fighting therein is a grave (offense) but graver is it in the sight of Allah to prevent access to the path of Allah, to deny Him, to prevent access to the Sacred Mosque, and drive out its inhabitants. Persecution is worse than killing. Nor will they cease fighting you until they turn you back from your faith, if they can. ..." 2:217

"And those who, when an oppressive wrong is inflicted on them, (are not cowed but) fight back." 42:39

To gain this freedom, Prophet Muhammad(S) said:

"Strive (jahidu) against the disbelievers with your hands and tongues." Sahih Ibn Hibban #4708

The life of the Prophet Muhammad(S) was full of striving to gain the freedom to inform and convey the message of Islam. During his stay in Makkah he used non-violent methods and after the establishment of his government in Madinah, by the permission of Allah, he used armed struggle against his enemies whenever he found it inevitable.

11. Freeing people from tyranny

Allah admonishes Muslims in the Qur'an:

"And why should you not fight in the cause of Allah and of those who, being weak, are ill-treated (and oppressed)? - Men, women, and children, whose cry is: 'Our Lord! Rescue us from this town, whose people are oppressors; and raise for us from You, one who will protect; and raise for us from You, one who will help'." 4:75

The mission of the Prophet Muhammad(S) was to free people from tyranny and exploitation by oppressive systems. Once free, individuals in the society were then free to chose Islam or not. Prophet Muhammad's(S) successors continued in his footsteps and went to help oppressed people. For example, after the repeated call by the oppressed people of Spain to the Muslims for help, Spain was liberated by Muslim forces and the tyrant rulers removed. After the conquest of Syria and Iraq by the Muslims, the Christian population of Hims reportedly said to the Muslims:

"We like your rule and justice far better than the state of oppression and tyranny under which we have been living."

The defeated rulers of Syria were Roman Christians and Iraq was ruled by Zoarastrian Persians.

What should Muslims do when they are victorious?

Muslims should remove tyranny, treachery, bigotry, and ignorance and replace them with justice and equity. We should provide truthful knowledge and free people from the bondage of associationism (shirk or multiple gods), prejudice, superstition and mythology. Muslims remove immorality, fear, crime, exploitation and replace them with divine morality, peace and education. The Qur'an declares:

"Lo! Allah commands you that you restore deposits to their owners, and if you judge between mankind that you judge justly. Lo! It is proper that Allah admonishes you. Lo! Allah is ever Hearer, Seer." 4:58

"O you who believe! Stand out firmly for Allah's witnesses to fair dealing, and let not the hatred of others to you make you swerve to wrong and depart from justice. Be just: that is next to Piety and fear Allah. And Allah is well acquainted with all that you do." 5:8

"And of those whom We have created there is a nation who guides with the Truth and establishes justice with it." 7:181

"Lo! Allah enjoins justice and kindness, and giving to kinsfolk, and forbids lewdness and abomination and wickedness. He exhorts you in order that you may take heed." 16:90

"Those who, if We give them power in the land, establish prescribed prayers (salah) and pay the poor-due (zakah) and enjoin right conduct and forbid evil. And with Allah rests the end (and decision) of (all) affairs." 22:41

Did Islam spread by force, swords or guns?

The unequivocal and emphatic answer is NO! The Qur'an declares:

"Let there be no compulsion (or coercion) in the religion (Islam). The right direction is distinctly clear from error." 2:256

Here is a good study of the question of the spread of Islam by a Christian missionary, T.W. Arnold:

"... of any organized attempt to force the acceptance of Islam on the non-Muslim population, or of any systematic persecution intended to stamp out the Christian religion, we hear nothing. Had the caliphs chosen to adopt either course of action, they might have swept away Christianity as easily as Ferdinand and Isabella drove Islam out of Spain, or Louis XIV made Protestantism penal in France, or the Jews were kept out of England for 350 years. The Eastern Churches in Asia were entirely cut off from communion with the rest of Christiandom throughout which no one would have been found to lift a finger on their behalf, as heretical communions. So that the very survival of these Churches to the present day is a strong proof of the generally tolerant attitude of the Mohammedan [sic] governments towards them." (Emphasis added.)

Islam does not teach nor do Muslims desire conversion of any people for fear, greed, marriage or any other form of coercion.

In conclusion, jihad in Islam is striving in the way of Allah by pen, tongue, hand, media and, if inevitable, with arms. However, jihad in Islam does not include striving for individual or national power, dominance, glory, wealth, prestige or pride.

M. Amir Ali, Ph.D.


REFERENCES:

1. For the sake of simplicity and easy reading, masculine pronouns have been used throughout this brochure. No exclusion of females is intended.

2. Haykal, M.H., THE LIFE OF MUHAMMAD, Tr. Ismail R. Faruqi, American Trust Publications, 1976, p. 132.

3. Haykal, pp. 216, 242, 299 and 414 for the Battles of Badr, Uhud, Al-Khandaq and Hunayn, respectively.

4. Haykal, p. 395 for the Conquest of Makkah.

5. Haykal, pp. 245, 277, 311 and 326 for campaigns agaist the tribes of Banu Qaynuqa', Banu Al-Nadir, Banu Qurayzah and Banu Lihyan, respectively. Also, see p. 283 for the Battle of Dhat Al-Riqa'.

6. Haykal, pp. 284, 327, 366, 387, 393, 443 and 515 for the Battles of Dawmat Al-Jandal, Banu Al-Mustaliq, Khayber, Mu'tah, Dhat Al-Salasil, Tabuk and the Campaign of Usama Ibn Zayd, respectively.

7. Hitti, Philip K., HISTORY OF THE ARABS, St. Martin's Press, New York, 1970, p. 153.

8. Arnold, Sir Thomas W., THE PREACHING OF ISLAM, A HISTORY OF THE PROPAGATION OF THE MUSLIM FAITH, Westminister A. Constable & Co., London, 1896, p. 80.

Source: Institute of Islamic Information and Education.